BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
adalah negara yang terdiri dari beragam etnis dan budaya yan berbeda. Bahkan di
suatu wilayah pun memiliki ragam budaya yang berbeda pula. Untuk itu, sangat
penting bagi masyarakat untuk saling menghargai dan memahami setiap perbedaan
tersebut agar terjalinnya kerukunan dan hubungan sosial yang baik. Agar hal
tersebut dapat diwujudkan maka setiap masyarakat harus dapat menghargai setiap
budaya yang ada dan tidak menganggap bahwa hanya budayanya lah yang terbaik.
Karena pada dasarnya semua budaya itu adalah baik. Tidak ada budaya yang buruk.
Hanya saja terkadang ada budaya-budaya yang saling berseberangan sehingga
timbul salah persepsi di masyarakat. Untuk itu penting sekali bagi kita untuk
mengenal budaya daerah lain agar kesalahpahaman dan perbedaan persepsi tidak
terjadi ataupun berujung konflik. Kita seringkali mendengar kata “budaya” namun
mungkin masih ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui apa definisi
mengenai budaya itu sendiri. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur, seperti sistem agama, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Itulah dia sedikit penjabaran tentang
definisi budaya. Artinya budaya adalah kebiasaan dalam sebuah masyarakat yang
terus terjadi hingga diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya. Budaya
yang mengatur setiap masyarakatnya untuk berbuat sesuai dengan apa yang dipercayai
dan tidak melanggar apa yang dipercayai.
Dalam
hidup bermasyarakat yang memiliki budaya yang berbeda, seringkali kita lupa
bahwa kita hidup di wilayah yang memiliki ragam budaya yang tidaklah sama.
Sehingga membuat cara pandang kita terhadap budaya lain seringkali salah atau
hanya berdasarkan persepsi yang kita dengar dari orang lain. Hal inilah yang
sering menghambat kita dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki
latar belakang budaya yang berbeda dengan kita. Seringkali kita menilai suatu daerah
karena apa yang pernah kita dengar dari orang lain atau karena pengalaman
dengan orang lain yang berasal dari daerah tersebut juga. Hal ini sering
disebut dengan stereotip. Secara lebih jelasnya, stereotip ialah
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Bisa
juga didefinisikan sebagai penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan
persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.
Stereotip adalah salah satu dari beberapa faktor yang dapat menghambat
komunikasi lintas budaya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian stereotip dan
pengaruhnya dalam komunikasi lintas budaya ?
2. Apa penyebab munculnya stereotip ?
3.
Bagaimana stereotip dalam kehidupan sehari-hari ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian stereotip
dan pengaruhnya dalam komunikasi lintas budaya.
2. Untuk mengetahui penyebab munculnya
stereotip.
3.
Untuk mengetahui bagaimana stereotip dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Stereotip dan Pengaruhnya dalam Komunikasi Lintas Budaya
Seringkali kita tanpa sadar
menyamakan seseorang dengan orang lain dikarenakan berasal dari kelompok atau
budaya yang sama. Hal ini dilakukan atas dasar persepsi kita terhadap suatu
kelompok yang mengakar secara terus menerus. Stereotip ada yang positif dan ada
pula yang negatif. Pengertian stereotip adalah menggeneralisasikan orang-orang
berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan
keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Bisa
juga didefinisikan sebagai penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan
persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dengan
kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam
kategori-kategori, atau penilaian mengenai orang-orang atau obyek-obyek
berdasarkan kategori-kategori yang sesuai daripada berdasarkan karakteristik
individual mereka.
Stereotip
menjadi salah satu dari beberapa faktor yang dapat menghambat komunikasi lintas
budaya. Karena stereotip tersebut dapat membuat kita terlalu cepat mengambil
kesimpulan terhadap seseorang tanpa mengenal karakter orang tersebut secara
individual. Misalnya, banyak orang yang mengangggap bahwa orang Padang itu
pelit, padahal tidak semua orang Padang itu pelit. Ini merupakan salah satu
contoh stereotip negatif yang diberikan orang-orang kepada orang Padang. Contoh
lainnya, orang Jawa digambarkan sebagai orang yang halus, menerima apa adanya,
dan pemaaf. Bahkan ketika diinjak pun, mereka akan bilang, “Maaf, kaki Anda
menginjak kaki saya”. Lain lagi dengan orang Batak yang digambarkan sebagai
pekerja keras, temperamen, dan lugas, mengatakan sesuatu sejelas mungkin. Orang
Sumbawa seringkali diidentikkan dengan pola hidup yang konsumtif, sehingga
ketika akan berkunjung ke suatu tempat, maka tempat yang pertama kali mereka
rencanakan untuk kunjungi adalah pusat perbelanjaan. Cap yang dilekatkan pada
etnis Bima lain lagi, mental perantau yang dimiliki etnis ini menyebabkan
mereka tersebar di hampir semua daerah. Ini membuat mereka cenderung mencari
kawan atau keluarga yang memiliki latar belakang etnis yang sama saat tiba di
tempat yang baru. Kegemaran minum kopi sambil bersenda gurau menjadi milik suku
Sasak. Saking gemarnya dengan minuman tersebut, saat Anda berkunjung ke
kediaman atau rumah orang Sasak, maka hampir pasti Anda akan menemukan minuman
yang merupakan komoditas primadona negara Brazil ini.sehingga dimana pun mereka
berada, pastilah tempat minum kopi yang dicari pertama kali.
Berdasarkan
beberapa contoh di atas, dapat memberikan gambaran bahwasanya manusia dalam
menilai orang lain, terutama yang bukan bagian atau diluar komunitasnya,
disadari atau tidak seringkali terjebak dalam stereotip dan overgeneralisasi
budaya. Inilah beberapa citra kesukuan yang seringkali menyebabkan terjadinya
kekeliruan pemahaman dalam komunikasi.
Dalam
lingkup komunikasi global, kita sering menghakimi bahwasanya orang barat
sebagai manusia yang kurang sopan hanya karena, misalnya ada perbedaan nilai
kesopanan dalam penggunaan tangan kiri dan kanan. Karena dalam budaya Indonesia,
penggunaan tangan kiri dianggap kurang sopan, hanya tangan kanan lah yang
dianjurkan dalam memberikan atau menunjuk sesuatu.
Hal
inilah yang seringkali membuat kita terjebak dalam stereotipe dan
overgeneralisasi budaya, yang seringkali menghambat komunikasi lintas budaya
bahkan beresiko terjadinya ketersinggungan budaya. Karena orang tidak bisa
begitu saja menerima saat budaya atau gaya hidupnya dikatakan tidak sopan atau
kurang santun. Dengan kata lain, penilaian itu seringkali hanya dengan memakai kacamata
budaya atau perilaku kita sendiri, untuk mengukur dan menilai budaya serta
perilaku orang lain.
Stereotip
ialah sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok sosial dimana
cara pandang tersebut digunakan pada setiap anggota kelompok tersebut.
Stereotip bisa berkaitan dengan hal positif atau negatif. Stereotip bisa benar
dan bisa salah.
Contoh
stereotip :
ü Orang
Islam itu teroris.
ü Orang
Padang itu pelit.
ü Orang
cantik itu yang berkulit putih
Stereotip
dapat membawa ketidakadilan sosial bagi mereka yang menjadi korban. Contoh
lain, misalnya seperti iklan pond’s yang pernah ditayangkan di media televisi
menunjukkan bahwa berkulit putih lebih baik dari berkulit gelap. Dalam iklan
tersebut diperlihatkan seorang fotografer yang sedang mengambil ancang-ancang
untuk membidik dua gadis kembar, yang satu berkulit gelap dan yang satunya lagi
berkulit putih. Namun si fotografer tampan itu lebih memilih memotret si gadis
yang berkulit putih. Mengetahui hal itu, si gadis yang berkulit lebih gelap
menjadi murung, dan kemudian berusaha memutihkan kulitnya dengan harapan lelaki
itu akan memperhatikannya. Iklan yang membenarkan kulit putih lebih cantik
daripada kulit hitam tidak dibentuk dengan reproduksi kekuasaan represif,
melainkan melalui reproduksi kreatif. Itu merupakan suatu bentuk stereotipe
yang terjadi pada wanita. Atau misalnya lagi iklan tentang tubuh ideal itu
harus tinggi dan langsing. Perempuan kemudian diatur, digiring untuk menjadi
ramping. Sangat memprihatinkan bila perempuan-perempuan yang tidak bisa
mencapai wacana dominan tentang tubuh ideal membuat mereka kemudian terobsesi
dan memaksakan diri dengan berbagai upaya yang bahkan mungkin bisa membahayakan
mereka. Iklan-iklan yang memelihara nilai-nilai seperti itu sesungguhnya
menumbuhkan stereotip baru terhadap perempuan, dan yang sangat dirugikan ada
perempuan-perempuan yang terpengaruh pada stereotip tersebut.
B.
Penyebab Munculnya Stereotip
Ada
sejumlah kondisi dimana stereotip merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan,
yakni:
1. Manusia
membutuhkan sesuatu untuk menyederhanakan realitas kehidupan yang bersifat
kompleks.
2. Manusia
membutuhkan sesuatu untuk menghilangkan rasa cemas (anxiety) ketika berhadapan
dengan sesuatu yang baru, manusia lalu menggunakan stereotipe.
3. Manusia
membutuhkan cara yang ekonomis untuk membentuk gambaran dari dunia di
sekitarnya.
4. Manusia
tidak mungkin mengalami semua kejadian, karenanya manusia mengandalkan
informasi dari pihak lain (media) sebagai jendela dunia. Maka terjadilah
duplikasi stereotip.
Menurut
Alvin Day, karena sifat manusia yang selalu mencari kesamaan mendasar atas
segala sesuatu tersebut menyebabkan stereotip. Stereotip sendiri merupakan yang
sudah dilakoni manusia sejak zaman dulu. Namun, stereotip sebagai konsep modern
baru digagas oleh Walter Lippmann dalam tulisannya yang berjudul “public
opinion” yang dipublikasikan pada tahun 1922. Menurut Lippmann, stereotip
merupakan cara ekonomis untuk melihat dunia secara keseluruhan. Hal ini
dikarenakan individu tentu tidak dapat sekaligus mengalami dua event yang
berbeda dalam tempat yang berbeda secara bersamaan. Karenanya manusia kemudian
menyandarkan pada testimony orang lain untuk memperkaya pengetahuannya tentang
lingkungan sekitar. Media, sudah pasti merupakan jendela yang sangat penting
untuk memberikan pengalaman yang hampir seperti aslinya, sehingga dapat
berfungsi sebagai telinga dan mata untuk mengamati alam dimana kita tidak bisa
mengalaminya secara langsung. Media dengan demikian menjadi katalis budaya
sekaligus pengaruh yang tak terhindarkan terhadap cara pandang kita pada dunia.
Namun
Day mengatakan bahwa walau bagaimanapun, kita tidak boleh membiarkan stereotip
yang tak terhindarkan tersebut menghalangi kita untuk melawan dan menolak
tindakan yang merusak sendi sosial, sekaligus kebiasaan yang memiliki
konsekuensi yang tidak adil tersebut. Di sisi lain, adalah menjadi tanggung
jawab praktisi media untuk bisa membedakan antara stereotip dan dunia nyata.
Lippmann mengatakan bahwa pola-pola stereotip adalah tidak netral. Karena
stereotip meliputi persepsi personal kita tentang realitas, maka ia sangat
bertanggung jawab terhadap pembentukan perasaan kita.
C.
Stereotip
dalam Kehidupan Sehari-hari
Kepercayaan suatu masyarakat
terhadap kelompok-kelompok tertentu secara general disebut stereotip. Stereotip
terbagi atas stereotip positif dan stereotip negatif, dan tidak sedikit orang
kemudian menjadikan stereotip untuk mengucilkan kelompok lain sebenarnya
stereotip dari sisi positifnya dapat menjadi bantuan bagi masyarakat sebagai
sebuah asumsi untuk memulai komunikasi secara tepat dalam kondisi yang baru.
Stereotip
berfungsi menggambarkan kondisi suatu kelompok, dan membentuk citra pada kelompok
tersebut. Melalui stereotip ini kita dapat menentukan tindakan yang kira-kira
sesuai terhadap kelompok tersebut. Sehingga kedua pihak dapat memperoleh sebuah
titik temu dalam melakukan komunikasi.
Disinilah
stereotip memiliki fungsi positif yang dapat membantu terjadinya komunikasi
lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya interaksi antar orang yang
berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara bersama-sama. Tentunya
dengan kondisi seperti ini dapat tercipta suasana harmonis yang menjadi impian
setiap orang. Apalagi dalam komunikasi
tersebut nilai-nilai toleransi sangat dijunjung tinggi dan tertanam dalam tiap
individu yang berakar dari keluarga, lingkup pendidikan, dan nantinya
teraplikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Stereotip dianggap sebagai suatu
masalah, apabila yang hadir dalam masyarakat adalah stereotip yang negatif
terhadap suatu kelompok tertentu, dengan kondisi masyarakat yang majemuk.
Matsumoto (1996)
memaparkan tiga point untuk mengurangi stereotip, yaitu :
1. Stereotip
didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar
belakang budaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan
pihak-pihak lain, bukan dari sumbernya langsung. Karenanya interpretasi kita
mungkin salah, didasarkan atas fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta.
2. Stereotip
seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa diidentifikasi.
Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi tanpa alasan apa pun.
Artinya bisa saja kita dengan begitu saja mengakui suatu cirri tertentu dan
mengabaikan ciri yang lain.
3. Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok
kepada orang-orang di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah
kelompok mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu dalam kelompok tersebut.
Ketiga
hal tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya stereotip adalah sebuah pendapat yang
ditarik tanpa dapat menjadi sebuah gambaran yang tepat, karena pandangan kita
terhadap objek lebih banyak disesuaikan dengan latar belakang kita sehingga
kemudian lahir sebuah kejanggalan.
Stereotip
juga diambil dari hal-hal yang tampak yang kemudian menjadi pendasaran untuk
melahirkan stereotip tersebut padahal akan terjadi kepincangan karena kita
hanya memandang dari satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya yang merupakan
sebuah kelengkapan dalam diri objek dan dilewatkan. Kita harus menyadari bahwa
setiap individu terlahir dengan keunikan tersendiri sehingga tidak perlu
disamakan dengan individu yang lain apalagi kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwasanya stereotip ialah
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Bisa
juga didefinisikan sebagai penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan
persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dengan
kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam
kategori-kategori, atau penilaian mengenai orang-orang atau obyek-obyek
berdasarkan kategori-kategori yang sesuai daripada berdasarkan karakteristik
individual mereka. Stereotip ada yang positif dan ada pula yang negatif. Bahwa
sebenarnya stereotip adalah sebuah pendapat yang ditarik tanpa dapat menjadi
sebuah gambaran yang tepat, karena pandangan kita terhadap objek lebih banyak
disesuaikan dengan latar belakang kita sehingga kemudian lahir sebuah
kejanggalan. Kita harus menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan
keunikan tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lain
apalagi kelompok.
B. Saran
Berdasarkan
pembahasan tersebut, masukan ataupun saran yang bisa penulis berikan ialah
bahwasanya jangan menilai seseorang hanya dari dari budaya atau kelompok mana
ia berasal. Tetapi nilailah seseorang tersebut dari individualnya, terlepas
dari embel-embel kelompoknya. Karena penggeneralisasian hanya akan
menjerumuskan kita pada anggapan atau pandangan yang salah dan keliru. Selain
itu, memperbanyak hubungan personal dengan orang-orang dari agama, budaya, dan
ras yang berbeda mungkin menjadi cara yang terbaik untuk mematahkan stereotip
maupun kecurigaan dan tentu saja kalau orang itu cukup memiliki sikap terbuka
tidak dipenuhi rasa kecurigaan yang hanya berdasarkan asumsi dan sebagainya.
ini sama seperti yang terjadi sekarang ini dimana kita di adu domba oleh steriotipe.
ReplyDelete