Tuesday, April 11, 2017

PERANGKAT SIARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagai sebuah hakikat, sistem komunikasi perlu kiranya dikaji pula tentang proses pertukaran pesan dan hubungan antarsistem dalam sistem komunikasi itu sendiri. Hakikat sistem komunikasi dari analogi Parson adalah suatu pola hubungan yang saling melengkapi antar sistem dalam sistem komunikasi. Hubungan antar unsur bersifat satu dan tak terpisahkan antara satu sama lain. Ini berarti unsur yang lebih rendah memberikan andil yang sangat besar bagi berjalannya sistem yang lebih besar.
Kehidupan sosial masyarakat yang hampir tiap waktu tidak lepas dari yang namanya penyiaran baik radio maupun televisi. Kini sudah banyak radio yang mengudara hingga tengah malam bahkan lebih, dengan berbagai program yang ditawarkan dari talkshow, acara musik, sampai obrolan-obrolan penghibur. Begitu pula yang terjadi pada penyiaran televisi, di mana penyiaran televisi saat ini jauh lebih maju dari pada zaman sebelumnya. Penyiaran televisi pula saat ini dapat menampilkan tayangannya hingga 24 jam non-stop. Dunia pertelevisian Indonesia yang saat ini dihiasi oleh berbagai channel dalam setiap programnya, membawa kemajuan yang sangat pesat dalam dunia pertelevisian sendiri.
B.       Rumusan Masalah
1)      Bagaimana yang dimaksud dengan perangkat siaran?
2)      Bagaimana yang dimaksud dengan sistem penyiaran?
3)      Apa saja jenis-jenis penyiaran?

C.      Tujuan Penulisan
1)      Memahami apa itu perangkat siaran
2)      Memahami apa itu sistem penyiaran
3)      Mengetahui apa saja jenis-jenis penyiaran



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Perangkat siaran
Perangkat merupakan alat perlengkapan yang menunjang keberhasilan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perangkat terbagi atas dua jenis, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras merupakan barang-barang yang terbuat dari logam (pesawat televisi, proyektor, dan peralatan lain) yang berkaitan dengan suatu sistem. Sedangkan perangkat lunak merupakan perangkat program, prosedur, dan dokumen yang berkaitan dengan suatu sistem (misal: sistem komputer).
Kata ‘siaran’ merupakan padanan dari kata broadcast dalam bahasa Inggris. Undang-undang Penyiaran memberikan pengertian siaran sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.Sementara penyiaran yang merupakan padanan kata broadcasting memiliki pengertian sebagai: kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Perangkat siaran merupakan perlengkapan yang mendukung berjalannya suatu siaran yang berlangsung. Tanpa adanya perangkat siaran, suatu stasiun penyiaran tidak akan berjalan seperti yang diinginkan, karena dengan adanya perangkat siaran maka semua kegiatan akan mudah dilakukan.
Contoh dalam sebuah studio radio. Dalam sebuah studio terdapat Mixer, Microphone, Stand-mic, Headphone, 1 set komputer siaran, Desain ruangan studio siaran. Maka semua itu merupakan perangkat siaran radio yang mendukung berlangsungnya siaran yang disiarkan.






B.       Sistem Penyiaran
Sebelum membahas mengenai sistem penyiaran ada baiknya kita memahami beberapa istilah yang terkait dengan organisasi penyiaran sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Penyiaran yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU 32/2002). Pertama, UU 32/2002 menggunakan istilah ‘lembaga penyiaran’ seperti lembaga penyiaran publik, swasta, komunitas dan seterusnya. Apa yang dimaksud dengan ‘lembaga penyiaran’? Menurut Ketentuan Umum UU 32/2002 “lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku”.Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pengertian lembaga penyiaran adalah sama dengan penyelenggara penyiaran. 
Ada pula istilah ‘jasa penyiaran’ yang dalam UU 32/2002 terbagi atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi sebagaimana ketentuan pasal 13: “Jasa penyiaran terdiri atas: a) jasa penyiaran radio dan; b) jasa penyiaran televisi”.Undang-undang tidak memberi definisi mengenai apa yang dimaksud dengan jasa penyiaran, dan apa yang membedakannya antara lembaga penyiaran dan jasa penyiaran.
Istilah lainnya adalah ‘stasiun penyiaran.’ Juga tidak terdapat definisi mengenai hal ini. Istilah stasiun penyiaran hanya muncul ketika undang-undang pasal 31 menjelaskan bahwa “lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal”.
Dengan demikian terdapat empat istilah dalam Undang-undang Penyiaran yaitu: lembaga penyiaran, penyelenggara penyiaran, jasa penyiaran dan stasiun penyiaran. Adanya empat istilah ini agak membingungkan dan terkesan berlebihan, tidak jelas kapan kita harus menggunakan salah satu istilah itu dan kapan harus menggunakan istilah yang lainnya karena pada dasarnya semuanya mengacu pada pengertian yang sama. Suatu lembaga penyiaran sudah tentu akan menyelenggarakan siaran dan menawarkan jasanya ke berbagai pihak (utamanya pemasang iklan), dan setiap lembaga penyiaran sudah pasti memiliki stasiun penyiaran.
Di Amerika Serikat, ke-empat istilah tersebut dirangkum hanya dalam satu istilah yaitu broadcast station atau stasiun penyiaran. Head-Sterling (1982) mendefinisikan stasiun penyiaran sebagai: “an entity (individual, partnership, corporation, or non-federal governmental authority) that is licensed by the federal government to organize and schedule program for a specific community in accordance with an approved plan and to transmit them over designated radio facilities in accordance with specified standars”. Artinya: “suatu kesatuan (secara sendiri, bersama, korporasi, atau lembaga yang bukan lembaga pemerintahan pusat) yang diberi izin oleh pemerintah pusat untuk mengorganisir dan menjadwal program bagi komunitas tertentu sesuai dengan rencana yang sudah disetujui dan menyiarkannya untuk penerima radio tertentu sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan”.
Definisi ini memberikan pengertian yang menunjukkan unsur-unsur elemen stasiun penyiaran yang mencakup atau meliputi: kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan menyiarkan (transmisi), bahkan juga sasaran siaran (target audien) yang ingin dituju. Definisi ini juga menunjukkan bahwa suatu stasiun siaran dapat dikelola oleh perorangan atau bersama-sama atau dikelola perusahaan atau lembaga tertentu.
Undang-undang Penyiaran tampaknya menggunakan istilah ‘stasiun penyiaran’ khusus untuk menekankan pada aspek teknik yaitu segala hal yang terkait dengan pemancaran sinyal siaran atau transmisi padahal stasiun penyiaran tidaklah selalu melulu terkait dengan masalah teknis penyiaran semata sebagaimana pengertian yang diberikan Head-Sterling tersebut di atas. 
Istilah lain yang sering digunakan adalah ‘media penyiaran’. Istilah yang terakhir ini tampaknya lebih bisa diterima karena memiliki pengertian yang luas yang meliputi organisasi, kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan dan sebagainya. Khusus dalam konteks ilmu komunikasi, istilah media penyiaran tampaknya lebih cocok karena media penyiaran merupakan salah satu media atau channel untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas. Penulis tidak ingin terlalu mempersoalkan antara kedua istilah tersebut. Dalam buku ini istilah ‘stasiun penyiaran’ dan istilah ‘media penyiaran’ digunakan secara berganti-ganti.
Mereka yang ingin mendirikan stasiun penyiaran harus terlebih dahulu memikirkan untuk membuat perencanaan stasiun penyiaran seperti apa yang akan didirikan. Pertanyaan pertama tentu saja mengenai apakah stasiun penyiaran yang akan didirikan itu merupakan stasiun penyiaran televisi atau stasiun penyiaran radio. Jika pertanyaan pertama ini sudah terjawab maka hal lain yang perlu dipikirkan adalah mengenai: A) jenis stasiun penyiaran dan; B) jangkauan siaran.
1)      Pasal 1, butir 9, Ketentuan Umum, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
2)      Pasal 13, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002.
3)      Lihat Pasal 31 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002.
4)      Sydney W Head, Christopher H Sterling, Broadcasting In America; A survey of Television, Radio, and New Technologies, Fourth Edition, Houghton Mifflin Company, Boston, 1982, Hal 327. Lihat juga Edgar E Willis, Henry B Aldridge, Television, Cable and Radio; A Communicaton Approach, Prentice Hall, 1992 Hal 65.

Sistem Penyiaran di Indonesia
Istilah ‘stasiun penyiaran’ hanya muncul ketika UU pasal 31 menjelaskan bahwa lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan atau stasiun penyiaran lokal. Berikut gambaran sistem penyiaran di Indonesia.
1.      Radio
Pada 1970, stasiun radio swasta disahkan namun dengan kewajiban radio swasta untuk merelai berita RRI. Pemerintah juga membatasi wilayah trasmisi dan mengatur isi siaran. Selama 1970-an stasiun komersial tumbuh pesat sehingga dalam dekade berikutnya siaran non-pemerintah menjadi sinonim dengan stasiun komersial. Ketika itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1976 tentang Radio Siaran Non-Pemerintah inti regulasi tersebut meletakkan kriteria pendiri perusahaan siaran radio non-pemerintah dan menyediakan kerangka kebijakan radio Orba.
Sebuah surat Keputusan Menteri Perhubungan tahun 1971 memberikan kewenangan atas stasiun non-pemerintah kepada gubernur dan kopkamtib setempat. Sebuah surat keputusan Menpen pada tahun yang sama menekankan pentingnya muatan radio lokal, menyatakan bahwa siaran bersifat lokal, bukan nasional, dan bahwa sifat, isi dan tujuan siaran mencerminkan hubungan erat dengan keadaan serta pertumbuhan daerah jangkauan siaran. Regulasi pemerintah menetapkan kekuatan maksimal transmisi, yang membatasi wilayah siaran hingga kira-kira 100 km untuk FM dan 300-400 km untuk stasiun AM. Semua stasiun harus melapor setiap bulan kepada Badan Pembina Siaran Non-Pemerintah di daerah yang telah ditunjuk oleh Gubernur.
Proses penyiaran terjadi sejak ide itu diciptakan sampai dengan ide itu disebarluaskan. Langkah-langkahnya meliputi penggagas ide yang dalam hal ini adalah komunikator, kemudian ide itu diubah menjadi suatu bentuk pesan yang dapat dikirimkan baik verbal maupun nonverbal melalui saluran dan atau sarana komunikasi yang memungkinkan pesan itu mampu menjangkau khalayak luas (komunikan). Terselenggaranya penyiaran ditentukan oleh tiga unsur yaitu studio, transmitter, dan pesawat penerima. Ketiga unsur ini kemudian disebut sebagai trilogi penyiaran.
Pada Pesawat Penerima yang merupakan alat yang berfungsi mengubah gelombang eektromagnetik yang membawa muatan informasi berupa signal suara dan atau signal suara dan signal gambar proyeksi menjadi bentuk pesan yang dapat dinikmati. Pancaran gelombang elektromagnetik yang membawa muatan signal suara yang terbentuk melalui microphone, kemudian pancaran ini diterima oleh sistem antena untuk diteruskan ke pesawat penerima, dan signal suara itu diubah kembali menjadi suara di dalam audio loudspeaker. Proses ini menghasilkan siaran radio.
2.      Televisi
Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan). Undang-undang penyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran. Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah Lembaga Pengatur Penyiaran Independen, Komisi Penyiaran Indonesia. KPI, menurut UU, dipilih dan bertanggungjawab kepada DPR dan keanggotaannya berasal dari mereka yang diharapkan tidak mewakili kepentingan industri penyiaran, pemerintah, ataupun partai politik. Mengikuti kompromi- kompromi politik yang berlangsung selama proses pembuatannya, UU juga tidak meniadakan sama sekali peran pemerintah.
Dalam berbagai bagiannya, UU menetapkan bahwa peraturan-peraturan lebih lanjut harus disusun oleh KPI bersama pemerintah yang mencerminkan semangat “win-won solution”. Begitu juga dalam hal perizinan, KPI tidak dibiarkan menatanya sendirian. UU menetapkan keputusan akhir dalam hal perizinan ditentukan bersama oleh KPI dan pemerintah. Adalah jelas bahwa UU penyiaran 2002 menetapkan bahwa peran pemerintah tetap ada, namun dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dalam tujuan agar menjaga jangan KPI menjadi pemegang kekuasaan mutlak.
Kedua, sistem penyiaran televisi tidak lagi berpusat di Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi, di mana tidak lagi dikenal adanya stasiun televisi nasional yang mampu menjangkau penonton di seluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta. Dalam sistem baru ini, tidak lagi ada stasiun televisi nasional melainkan sistem jaringan televisi secara nasional. Berdasarkan UU ini, stasiun-stasiun televisi lokal di luar Jakarta dapat berdiri, baik sebagai stasiun independen atau menjadi bagian dari jaringan stasiun televisi nasional. Pemodal Jakarta tetap dapat mendirikan stasiun-stasiun televisi lokal di seluruh Indonesia, namun mereka tidak otomatis memperoleh izin penyiaran di sebuah daerah yang harus diperebutkan secara terbuka, termasuk dengan pemodal lokal.
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui proses terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa Orde Baru stasiun televisi dapat memperoleh izin dari para pemegang kekuasaan melalui proses tertutup, menurut UU 2002, izin baru dapat diperoleh melalui proses terbuka yang melibatkan publik.
Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerintah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kedua lembaga tersebut ditarik keluar dari jajaran Departemen Penerangan dan tidak berada di bawah kekuasaan Presiden.TVRI dan RRI diharapkan menjadi media yang independen dan netral yang melulu menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK). Sebagaimana tertuang dalam UU tersebut, LPK adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan demikian, UU penyiaran 2002 memang seperti memberi jaminan bagi demokratisasi penyiaran.
Di Indonesia tidak ada satupun media massa yang dikuasai pemerintah, meski demikian mengingat siaran mempunyai pengaruh yang cukup besar, arah dan tujuan siaran harus sejalan dengan Undang-Undang Siaran Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002.
Undang-Undang Siaran, Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002, pada Pasal 3 ditegaskan bahwa:
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, demokratis, adil sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
C.      Jenis-jenis penyiaran
Jenis-Jenis Penyiaran dan Hal Yang Diutamakan Dalam Seorang Penyiar :
1.)    Penyiaran publik : merupakan penyiaran yang lebih bersifat umum dan mementingkan kepentingan publik. Seperti TVRI,RRI dll.
2.)    Penyiaran Komunitas : yaitu penyiaran yang didirikan oleh satu komunitas saja dan memiliki jangkauan terbatas.
3.)    Penyiaran Komersil : merupakan lembaga penyiaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip komersil.
Menurut Larry king ada 5 hal dalam menjadi seorang penyiar yaitu :
1.)    Lakukan apa yang menurut anda enak : bukan berarti seorang penyiar seenaknya dalam menyampaikan pesan saat siaran , tentu memiliki rambu-rambu dalam siaran.
2.)    Ikutilah zaman : seorang penyiar sebaiknya mengikuti zaman. Sehingga pendengar merasa nyaman dan mengikuti selera dari frekuensi kita .
3.)    Jangan berpikir negatif : penyiar tidak perlu negatif thinking dalam berbagai hal. agar pendengar juga merasa enak stay di frekuensi kita.
4.)    Pendekatan radio dan TV pada dasarnya sama : TV dan radio dalam pendekatannya sama. Radio memiliki penyiar, begitu pun juga televisi.bahkan banyak orang diluar sana dulunya mengawali karir sebagai seorang penyiar radio dan kemudian merambah ke dunia pertelevisian.hanya saja yang membedakan antara radio dan TV adalah media siarannya.
5.)    Berusahalah mengembangkan unsur-unsur penting seperti suara dan penampilan : seorang penyiar memang wajib memiliki suara yang bagus atau biasa disebut dengan Golden Voice. Dan penyiar juga harusnya bisa mementingkan penampilan juga.
Howard Gough juga berpendapat ada 8 hal yang diutamakan dalam seorang penyiar yakni :
1.)    Melibatkan pendengar ke program : Peran penyiar sebaiknya dapat melibatkan pendengar ke program yang dibawakan. agar pendengar juga tidak bosan mendengarkan acara siaran kita.
2.)    Berbicara bukan bersuara : Penyiar diharapkan bertugas untuk berbicara atau bercuap-cuap di ruang pendengar dan dapat mengimprov secara baik dan sopan.
3.)    Memaksimalkan ekspresi tubuh ke suara : Penyiar wajib memaksimalkan ekspresi tubuhnya ke suara agar penyiar dapat menampilkan suaranya dengan baik di hadapan pendengar.
4.)    Bergairah : penyiar adalah ujung tombak dari sebuah radio. Sehingga ketika penyiar menyampaikan pesan harus tetap dengan nada gembira walaupun kita tidak mengetahui suasana hati dari penyiar entah itu penyiar sedang marah,sedih dll.
5.)    Empati : Penyiar bukan berarti hanya bertugas untuk ngomong saja, tetapi juga harus memiliki sikap empati terhadap seseorang dan itu sangat penting.
6.)    Jadilah etalase yang baik : Penyiar juga harus menjadi etalase yang bagus agar siaran yang dibawakan juga tidak monoton.
7.)    Terbuka pada kritik : Penyiar sebaiknya lebih terbuka pada kritik sehingga ada unsur membangun dalam siaran.
8.)    Jadilah pendengar yang baik : seharusnya penyiar wajib memiliki peran untuk menjadi pendengar yang baik.

Jenis Lembaga Penyiaran
Lembaga Penyiaran Publik, didirikan oleh negara atas partisipasi publik yang berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan dan aspirasi publik serta bersifat independen, netral, dan tidak komersial. Lembaga penyiaran publik memiliki prinsip sebagai berikut:
a.       Siaran menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya batasan geografis, sehingga daerah-daerah ekonomi miskin tetap mendapatkan layanan siaran.
b.      Program di produksi sendiri, tidak hanya mengikuti rating dan selera pasar.
c.       Mandiri, tidak dipengaruhi pihak luar seperti pemerintah, partai politik, ataupun pemodal.
d.      Memberi kebebasan kepada pengelola lembaga penyiaran publik untuk mebuat program-program sesuai tuntutan kreativitas.
Lembaga Penyiaran Swasta, bersifat komersial dan menggantungkan hidupnya dari pemasukan iklan dengan ketentuan warga negara asing dilarang menjadi pengurus lembaga penyiaran swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Lembaga penyiaran swasta juga dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing.
Lembaga Penyiaran Komunitas, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, jangkauan wilayah terbatas, tidak ada campur tangan pihak luar. Modal pun bersumber pada dana sukarela, diperoleh dari kontribusi komunitas dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Lembaga penyiaran komunitas tidak digunakan untuk mencari keuntungan materi, juga tidak menyajikan siaran iklan dan atau siaran komersial lainnya.
Lembaga Penyiaran Langganan, disiarkan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan) secara berkala, menggunakan satelit penyiaran langsung (direct broadcast satellite (dbs)) dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program kepada konsumen. Penayangan siaran tergantung pada ada atau tidaknya jaringan kabel yang terdapat pada wilayah yang bersangkutan.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Sistem Penyiaran Radio yang diliputi oleh tiga unsur yaitu studio, transmitter, dan pesawat penerima. Ketiga unsur ini kemudian disebut sebagai trilogi penyiaran. Sedangkan Sistem Penyiaran Televisi yang meliputi kelima unsur yang telah dipaparkan di atas, yaitu : Pertama, Undang-undang penyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran. Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah Lembaga Pengatur Penyiaran Independen. Kedua, sistem penyiaran televisi tidak lagi berpusat di Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi, di mana tidak lagi dikenal adanya stasiun televisi nasional yang mampu menjangkau penonton di seluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta.
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui prose’s terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa. Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerintah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK).
B.       Saran
dari paparan diatas, ada kalanya pembaca memberi saran terhadap makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu dibutuhkan nasihat dan saran dari pembaca guna mengoreksi lebih jauh lagi kebenaran terhadap pembahasan perangkat siaran.


DAFTAR PUSTAKA
Darwanto.2011.Televisi sebagai Media Pendidikan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Mufid, Muhammad. 2010.Komunikasi dan Regulasi Penyiaran.Jakarta: Kencana.
J.B, Wahyudi. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Share:
Location: Banda Aceh, Kota Banda Aceh, Aceh, Indonesia

0 comments:

Post a Comment