BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sebuah hakikat, sistem
komunikasi perlu kiranya dikaji pula tentang proses pertukaran pesan dan hubungan
antarsistem dalam sistem komunikasi itu sendiri. Hakikat sistem komunikasi dari
analogi Parson adalah suatu pola hubungan yang saling melengkapi antar sistem
dalam sistem komunikasi. Hubungan antar unsur bersifat satu dan tak terpisahkan
antara satu sama lain. Ini berarti unsur yang lebih rendah memberikan andil
yang sangat besar bagi berjalannya sistem yang lebih besar.
Kehidupan sosial masyarakat yang
hampir tiap waktu tidak lepas dari yang namanya penyiaran baik radio maupun
televisi. Kini sudah banyak radio yang mengudara hingga tengah malam bahkan
lebih, dengan berbagai program yang ditawarkan dari talkshow, acara musik,
sampai obrolan-obrolan penghibur. Begitu pula yang terjadi pada penyiaran
televisi, di mana penyiaran televisi saat ini jauh lebih maju dari pada zaman
sebelumnya. Penyiaran televisi pula saat ini dapat menampilkan tayangannya
hingga 24 jam non-stop. Dunia pertelevisian Indonesia yang saat ini dihiasi
oleh berbagai channel dalam setiap programnya, membawa kemajuan yang sangat pesat
dalam dunia pertelevisian sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
yang dimaksud dengan perangkat siaran?
2) Bagaimana
yang dimaksud dengan sistem penyiaran?
3) Apa
saja jenis-jenis penyiaran?
C.
Tujuan
Penulisan
1) Memahami
apa itu perangkat siaran
2) Memahami
apa itu sistem penyiaran
3) Mengetahui
apa saja jenis-jenis penyiaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perangkat
siaran
Perangkat merupakan alat perlengkapan yang menunjang
keberhasilan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perangkat
terbagi atas dua jenis, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat
keras merupakan barang-barang yang terbuat dari logam (pesawat televisi,
proyektor, dan peralatan lain) yang berkaitan dengan suatu sistem. Sedangkan
perangkat lunak merupakan perangkat program, prosedur, dan dokumen yang
berkaitan dengan suatu sistem (misal: sistem komputer).
Kata ‘siaran’ merupakan padanan dari kata broadcast
dalam bahasa Inggris. Undang-undang Penyiaran memberikan pengertian siaran
sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan
gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.Sementara
penyiaran yang merupakan padanan kata broadcasting memiliki pengertian sebagai:
kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum
frekuensi radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang
merambat melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima
secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Perangkat siaran merupakan perlengkapan yang
mendukung berjalannya suatu siaran yang berlangsung. Tanpa adanya perangkat
siaran, suatu stasiun penyiaran tidak akan berjalan seperti yang diinginkan,
karena dengan adanya perangkat siaran maka semua kegiatan akan mudah dilakukan.
Contoh dalam sebuah studio radio. Dalam sebuah
studio terdapat Mixer, Microphone, Stand-mic, Headphone, 1 set komputer siaran,
Desain ruangan studio siaran. Maka semua itu merupakan perangkat siaran radio
yang mendukung berlangsungnya siaran yang disiarkan.
B. Sistem Penyiaran
Sebelum membahas mengenai sistem
penyiaran ada baiknya kita memahami beberapa istilah yang terkait dengan
organisasi penyiaran sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Penyiaran yang
berlaku saat ini yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU
32/2002). Pertama, UU 32/2002 menggunakan istilah ‘lembaga penyiaran’ seperti
lembaga penyiaran publik, swasta, komunitas dan seterusnya. Apa yang dimaksud
dengan ‘lembaga penyiaran’? Menurut Ketentuan Umum UU 32/2002 “lembaga
penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik,
lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, maupun lembaga penyiaran
berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya berpedoman
pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku”.Dari sini dapat kita
simpulkan bahwa pengertian lembaga penyiaran adalah sama dengan penyelenggara
penyiaran.
Ada pula istilah ‘jasa penyiaran’
yang dalam UU 32/2002 terbagi atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran
televisi sebagaimana ketentuan pasal 13: “Jasa penyiaran terdiri atas: a) jasa
penyiaran radio dan; b) jasa penyiaran televisi”.Undang-undang tidak memberi
definisi mengenai apa yang dimaksud dengan jasa penyiaran, dan apa yang membedakannya
antara lembaga penyiaran dan jasa penyiaran.
Istilah lainnya adalah ‘stasiun
penyiaran.’ Juga tidak terdapat definisi mengenai hal ini. Istilah stasiun
penyiaran hanya muncul ketika undang-undang pasal 31 menjelaskan bahwa “lembaga
penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran
televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran
lokal”.
Dengan demikian terdapat empat
istilah dalam Undang-undang Penyiaran yaitu: lembaga penyiaran, penyelenggara penyiaran,
jasa penyiaran dan stasiun penyiaran. Adanya empat istilah ini agak
membingungkan dan terkesan berlebihan, tidak jelas kapan kita harus menggunakan
salah satu istilah itu dan kapan harus menggunakan istilah yang lainnya karena
pada dasarnya semuanya mengacu pada pengertian yang sama. Suatu lembaga
penyiaran sudah tentu akan menyelenggarakan siaran dan menawarkan jasanya ke
berbagai pihak (utamanya pemasang iklan), dan setiap lembaga penyiaran sudah
pasti memiliki stasiun penyiaran.
Di Amerika Serikat, ke-empat
istilah tersebut dirangkum hanya dalam satu istilah yaitu broadcast station
atau stasiun penyiaran. Head-Sterling (1982) mendefinisikan stasiun penyiaran
sebagai: “an entity (individual, partnership, corporation, or non-federal
governmental authority) that is licensed by the federal government to organize
and schedule program for a specific community in accordance with an approved
plan and to transmit them over designated radio facilities in accordance with
specified standars”. Artinya: “suatu kesatuan (secara sendiri, bersama,
korporasi, atau lembaga yang bukan lembaga pemerintahan pusat) yang diberi izin
oleh pemerintah pusat untuk mengorganisir dan menjadwal program bagi komunitas
tertentu sesuai dengan rencana yang sudah disetujui dan menyiarkannya untuk
penerima radio tertentu sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan”.
Definisi ini memberikan pengertian yang menunjukkan unsur-unsur elemen stasiun penyiaran yang mencakup atau meliputi: kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan menyiarkan (transmisi), bahkan juga sasaran siaran (target audien) yang ingin dituju. Definisi ini juga menunjukkan bahwa suatu stasiun siaran dapat dikelola oleh perorangan atau bersama-sama atau dikelola perusahaan atau lembaga tertentu.
Definisi ini memberikan pengertian yang menunjukkan unsur-unsur elemen stasiun penyiaran yang mencakup atau meliputi: kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan menyiarkan (transmisi), bahkan juga sasaran siaran (target audien) yang ingin dituju. Definisi ini juga menunjukkan bahwa suatu stasiun siaran dapat dikelola oleh perorangan atau bersama-sama atau dikelola perusahaan atau lembaga tertentu.
Undang-undang Penyiaran tampaknya
menggunakan istilah ‘stasiun penyiaran’ khusus untuk menekankan pada aspek
teknik yaitu segala hal yang terkait dengan pemancaran sinyal siaran atau
transmisi padahal stasiun penyiaran tidaklah selalu melulu terkait dengan
masalah teknis penyiaran semata sebagaimana pengertian yang diberikan
Head-Sterling tersebut di atas.
Istilah lain yang sering digunakan
adalah ‘media penyiaran’. Istilah yang terakhir ini tampaknya lebih bisa
diterima karena memiliki pengertian yang luas yang meliputi organisasi,
kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan dan sebagainya. Khusus dalam konteks
ilmu komunikasi, istilah media penyiaran tampaknya lebih cocok karena media
penyiaran merupakan salah satu media atau channel untuk menyampaikan pesan
kepada khalayak luas. Penulis tidak ingin terlalu mempersoalkan antara kedua
istilah tersebut. Dalam buku ini istilah ‘stasiun penyiaran’ dan istilah ‘media
penyiaran’ digunakan secara berganti-ganti.
Mereka yang ingin mendirikan stasiun penyiaran harus terlebih dahulu memikirkan untuk membuat perencanaan stasiun penyiaran seperti apa yang akan didirikan. Pertanyaan pertama tentu saja mengenai apakah stasiun penyiaran yang akan didirikan itu merupakan stasiun penyiaran televisi atau stasiun penyiaran radio. Jika pertanyaan pertama ini sudah terjawab maka hal lain yang perlu dipikirkan adalah mengenai: A) jenis stasiun penyiaran dan; B) jangkauan siaran.
Mereka yang ingin mendirikan stasiun penyiaran harus terlebih dahulu memikirkan untuk membuat perencanaan stasiun penyiaran seperti apa yang akan didirikan. Pertanyaan pertama tentu saja mengenai apakah stasiun penyiaran yang akan didirikan itu merupakan stasiun penyiaran televisi atau stasiun penyiaran radio. Jika pertanyaan pertama ini sudah terjawab maka hal lain yang perlu dipikirkan adalah mengenai: A) jenis stasiun penyiaran dan; B) jangkauan siaran.
1) Pasal
1, butir 9, Ketentuan Umum, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
2) Pasal
13, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002.
3) Lihat
Pasal 31 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002.
4) Sydney
W Head, Christopher H Sterling, Broadcasting In America; A survey of Television,
Radio, and New Technologies, Fourth Edition, Houghton Mifflin Company, Boston,
1982, Hal 327. Lihat juga Edgar E Willis, Henry B Aldridge, Television, Cable
and Radio; A Communicaton Approach, Prentice Hall, 1992 Hal 65.
Sistem
Penyiaran di Indonesia
Istilah ‘stasiun penyiaran’ hanya muncul ketika UU
pasal 31 menjelaskan bahwa lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran
jaringan dan atau stasiun penyiaran lokal. Berikut gambaran sistem penyiaran di
Indonesia.
1. Radio
Pada 1970, stasiun radio swasta
disahkan namun dengan kewajiban radio swasta untuk merelai berita RRI.
Pemerintah juga membatasi wilayah trasmisi dan mengatur isi siaran. Selama
1970-an stasiun komersial tumbuh pesat sehingga dalam dekade berikutnya siaran
non-pemerintah menjadi sinonim dengan stasiun komersial. Ketika itu pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1976 tentang Radio Siaran Non-Pemerintah inti
regulasi tersebut meletakkan kriteria pendiri perusahaan siaran radio
non-pemerintah dan menyediakan kerangka kebijakan radio Orba.
Sebuah surat Keputusan Menteri Perhubungan tahun
1971 memberikan kewenangan atas stasiun non-pemerintah kepada gubernur dan
kopkamtib setempat. Sebuah surat keputusan Menpen pada tahun yang sama
menekankan pentingnya muatan radio lokal, menyatakan bahwa siaran bersifat
lokal, bukan nasional, dan bahwa sifat, isi dan tujuan siaran mencerminkan
hubungan erat dengan keadaan serta pertumbuhan daerah jangkauan siaran.
Regulasi pemerintah menetapkan kekuatan maksimal transmisi, yang membatasi
wilayah siaran hingga kira-kira 100 km untuk FM dan 300-400 km untuk stasiun
AM. Semua stasiun harus melapor setiap bulan kepada Badan Pembina Siaran
Non-Pemerintah di daerah yang telah ditunjuk oleh Gubernur.
Proses penyiaran terjadi sejak ide itu diciptakan
sampai dengan ide itu disebarluaskan. Langkah-langkahnya meliputi penggagas ide
yang dalam hal ini adalah komunikator, kemudian ide itu diubah menjadi suatu
bentuk pesan yang dapat dikirimkan baik verbal maupun nonverbal melalui saluran
dan atau sarana komunikasi yang memungkinkan pesan itu mampu menjangkau
khalayak luas (komunikan). Terselenggaranya penyiaran ditentukan oleh tiga
unsur yaitu studio, transmitter, dan pesawat penerima. Ketiga unsur ini
kemudian disebut sebagai trilogi penyiaran.
Pada Pesawat Penerima yang merupakan alat yang
berfungsi mengubah gelombang eektromagnetik yang membawa muatan informasi
berupa signal suara dan atau signal suara dan signal gambar proyeksi menjadi
bentuk pesan yang dapat dinikmati. Pancaran gelombang elektromagnetik yang
membawa muatan signal suara yang terbentuk melalui microphone, kemudian
pancaran ini diterima oleh sistem antena untuk diteruskan ke pesawat penerima,
dan signal suara itu diubah kembali menjadi suara di dalam audio loudspeaker.
Proses ini menghasilkan siaran radio.
2. Televisi
Proses demokratisasi di Indonesia
menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena
frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus
sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan
publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan
informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk,
mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi
pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman
isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan). Undang-undang
penyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong
terjadinya demokratisasi penyiaran. Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan
tentang adanya sebuah Lembaga Pengatur Penyiaran Independen, Komisi Penyiaran
Indonesia. KPI, menurut UU, dipilih dan bertanggungjawab kepada DPR dan
keanggotaannya berasal dari mereka yang diharapkan tidak mewakili kepentingan
industri penyiaran, pemerintah, ataupun partai politik. Mengikuti kompromi-
kompromi politik yang berlangsung selama proses pembuatannya, UU juga tidak
meniadakan sama sekali peran pemerintah.
Dalam berbagai bagiannya, UU
menetapkan bahwa peraturan-peraturan lebih lanjut harus disusun oleh KPI
bersama pemerintah yang mencerminkan semangat “win-won solution”. Begitu juga
dalam hal perizinan, KPI tidak dibiarkan menatanya sendirian. UU menetapkan
keputusan akhir dalam hal perizinan ditentukan bersama oleh KPI dan pemerintah.
Adalah jelas bahwa UU penyiaran 2002 menetapkan bahwa peran pemerintah tetap
ada, namun dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dalam tujuan agar menjaga
jangan KPI menjadi pemegang kekuasaan mutlak.
Kedua, sistem penyiaran televisi tidak lagi berpusat
di Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi,
di mana tidak lagi dikenal adanya stasiun televisi nasional yang mampu
menjangkau penonton di seluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta. Dalam
sistem baru ini, tidak lagi ada stasiun televisi nasional melainkan sistem
jaringan televisi secara nasional. Berdasarkan UU ini, stasiun-stasiun televisi
lokal di luar Jakarta dapat berdiri, baik sebagai stasiun independen atau
menjadi bagian dari jaringan stasiun televisi nasional. Pemodal Jakarta tetap
dapat mendirikan stasiun-stasiun televisi lokal di seluruh Indonesia, namun
mereka tidak otomatis memperoleh izin penyiaran di sebuah daerah yang harus
diperebutkan secara terbuka, termasuk dengan pemodal lokal.
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui proses
terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa Orde Baru stasiun televisi dapat
memperoleh izin dari para pemegang kekuasaan melalui proses tertutup, menurut UU
2002, izin baru dapat diperoleh melalui proses terbuka yang melibatkan publik.
Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga
penyiaran pemerintah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kedua
lembaga tersebut ditarik keluar dari jajaran Departemen Penerangan dan tidak
berada di bawah kekuasaan Presiden.TVRI dan RRI diharapkan menjadi
media yang independen dan netral yang melulu menempatkan kepentingan publik di
atas segalanya.
Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran
lembaga penyiaran komunitas (LPK). Sebagaimana tertuang dalam UU tersebut, LPK
adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat
independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan
wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan
demikian, UU penyiaran 2002 memang seperti memberi jaminan bagi demokratisasi
penyiaran.
Di Indonesia tidak ada satupun media massa yang dikuasai pemerintah, meski demikian mengingat siaran mempunyai pengaruh yang cukup besar, arah dan tujuan siaran harus sejalan dengan Undang-Undang Siaran Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002.
Undang-Undang Siaran, Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002, pada Pasal 3 ditegaskan bahwa:
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, demokratis, adil sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Di Indonesia tidak ada satupun media massa yang dikuasai pemerintah, meski demikian mengingat siaran mempunyai pengaruh yang cukup besar, arah dan tujuan siaran harus sejalan dengan Undang-Undang Siaran Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002.
Undang-Undang Siaran, Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002, pada Pasal 3 ditegaskan bahwa:
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, demokratis, adil sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
C. Jenis-jenis penyiaran
Jenis-Jenis Penyiaran dan Hal Yang Diutamakan Dalam
Seorang Penyiar :
1.) Penyiaran
publik : merupakan penyiaran yang lebih bersifat umum dan mementingkan
kepentingan publik. Seperti TVRI,RRI dll.
2.) Penyiaran
Komunitas : yaitu penyiaran yang didirikan oleh satu komunitas saja dan
memiliki jangkauan terbatas.
3.) Penyiaran
Komersil : merupakan lembaga penyiaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
komersil.
Menurut Larry king ada 5 hal dalam menjadi
seorang penyiar yaitu :
1.) Lakukan
apa yang menurut anda enak : bukan berarti seorang penyiar seenaknya dalam
menyampaikan pesan saat siaran , tentu memiliki rambu-rambu dalam siaran.
2.) Ikutilah
zaman : seorang penyiar sebaiknya mengikuti zaman. Sehingga pendengar merasa
nyaman dan mengikuti selera dari frekuensi kita .
3.) Jangan
berpikir negatif : penyiar tidak perlu negatif thinking dalam berbagai hal.
agar pendengar juga merasa enak stay di frekuensi kita.
4.) Pendekatan
radio dan TV pada dasarnya sama : TV dan radio dalam pendekatannya sama. Radio
memiliki penyiar, begitu pun juga televisi.bahkan banyak orang diluar sana
dulunya mengawali karir sebagai seorang penyiar radio dan kemudian merambah ke
dunia pertelevisian.hanya saja yang membedakan antara radio dan TV adalah media
siarannya.
5.) Berusahalah
mengembangkan unsur-unsur penting seperti suara dan penampilan : seorang
penyiar memang wajib memiliki suara yang bagus atau biasa disebut dengan Golden
Voice. Dan penyiar juga harusnya bisa mementingkan penampilan juga.
Howard Gough juga berpendapat ada 8 hal yang
diutamakan dalam seorang penyiar yakni :
1.) Melibatkan
pendengar ke program : Peran penyiar sebaiknya dapat melibatkan pendengar ke
program yang dibawakan. agar pendengar juga tidak bosan mendengarkan acara
siaran kita.
2.) Berbicara
bukan bersuara : Penyiar diharapkan bertugas untuk berbicara atau bercuap-cuap
di ruang pendengar dan dapat mengimprov secara baik dan sopan.
3.) Memaksimalkan
ekspresi tubuh ke suara : Penyiar wajib memaksimalkan ekspresi tubuhnya ke
suara agar penyiar dapat menampilkan suaranya dengan baik di hadapan pendengar.
4.) Bergairah
: penyiar adalah ujung tombak dari sebuah radio. Sehingga ketika penyiar
menyampaikan pesan harus tetap dengan nada gembira walaupun kita tidak
mengetahui suasana hati dari penyiar entah itu penyiar sedang marah,sedih dll.
5.) Empati
: Penyiar bukan berarti hanya bertugas untuk ngomong saja, tetapi juga harus
memiliki sikap empati terhadap seseorang dan itu sangat penting.
6.) Jadilah
etalase yang baik : Penyiar juga harus menjadi etalase yang bagus agar siaran
yang dibawakan juga tidak monoton.
7.) Terbuka
pada kritik : Penyiar sebaiknya lebih terbuka pada kritik sehingga ada unsur
membangun dalam siaran.
8.) Jadilah
pendengar yang baik : seharusnya penyiar wajib memiliki peran untuk menjadi
pendengar yang baik.
Jenis Lembaga Penyiaran
Lembaga Penyiaran
Publik, didirikan oleh negara atas partisipasi publik yang berfungsi memberikan
layanan untuk kepentingan dan aspirasi publik serta bersifat independen,
netral, dan tidak komersial. Lembaga penyiaran publik memiliki prinsip sebagai
berikut:
a.
Siaran
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya batasan geografis, sehingga
daerah-daerah ekonomi miskin tetap mendapatkan layanan siaran.
b.
Program di
produksi sendiri, tidak hanya mengikuti rating dan selera pasar.
c.
Mandiri, tidak
dipengaruhi pihak luar seperti pemerintah, partai politik, ataupun pemodal.
d.
Memberi
kebebasan kepada pengelola lembaga penyiaran publik untuk mebuat
program-program sesuai tuntutan kreativitas.
Lembaga Penyiaran
Swasta, bersifat komersial dan menggantungkan hidupnya dari pemasukan iklan
dengan ketentuan warga negara asing dilarang menjadi pengurus lembaga penyiaran
swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Lembaga penyiaran
swasta juga dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan
modal yang berasal dari modal asing.
Lembaga Penyiaran
Komunitas, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak
komersial, dengan daya pancar rendah, jangkauan wilayah terbatas, tidak ada
campur tangan pihak luar. Modal pun bersumber pada dana sukarela, diperoleh dari
kontribusi komunitas dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Lembaga penyiaran
komunitas tidak digunakan untuk mencari keuntungan materi, juga tidak
menyajikan siaran iklan dan atau siaran komersial lainnya.
Lembaga Penyiaran
Langganan, disiarkan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan)
secara berkala, menggunakan satelit penyiaran langsung (direct broadcast
satellite (dbs)) dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program
kepada konsumen. Penayangan siaran tergantung pada ada atau tidaknya jaringan
kabel yang terdapat pada wilayah yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem
Penyiaran Radio yang diliputi oleh tiga unsur yaitu studio, transmitter, dan
pesawat penerima. Ketiga unsur ini kemudian disebut sebagai trilogi penyiaran.
Sedangkan Sistem Penyiaran Televisi yang meliputi kelima unsur yang telah
dipaparkan di atas, yaitu : Pertama, Undang-undang penyiaran yang akhirnya
lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran.
Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah Lembaga Pengatur
Penyiaran Independen. Kedua, sistem penyiaran televisi tidak lagi berpusat di
Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi, di
mana tidak lagi dikenal adanya stasiun televisi nasional yang mampu menjangkau
penonton di seluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta.
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui prose’s terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa. Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerintah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK).
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui prose’s terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa. Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerintah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK).
B.
Saran
dari paparan diatas, ada kalanya pembaca memberi
saran terhadap makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Maka dari itu dibutuhkan nasihat dan saran dari pembaca guna
mengoreksi lebih jauh lagi kebenaran terhadap pembahasan perangkat siaran.
DAFTAR PUSTAKA
Darwanto.2011.Televisi sebagai Media Pendidikan.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Mufid, Muhammad. 2010.Komunikasi dan Regulasi
Penyiaran.Jakarta: Kencana.
J.B, Wahyudi. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
0 comments:
Post a Comment