Saturday, April 15, 2017

PENGARUH TELEVISI TERHADAP SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Dalam era modern ini komunikasi menjadi salah satu faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa. Salah satu media elektronik yang sudah populer dan sangat efektif untuk menyampaikan informasi atau pesan adalah televisi. Dengan berbagai programnya televisi mampu memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan sebagainya. Acara tersebut dikemas sedemikian bagus agar menarik bagi yang menontonnya. Apalagi sekarang adalah era kebebasan bermedia, dimana banyak bermunculan media – media atau statiun televisi yang menyuguhkan berbagai macam program. Mulai dari program berita, musik, hingga sinetron maupun reality show. Hampir keseluruhan acara tersebut ditujukan untuk menghibur masyarakat. Akan tetapi kebebasan bermedia pada akhirnya berdampak pada kurang kontrolnya acara-acara yang ditayangkan. Salah satunya adalah Sinetron. Banyaknya sinetron yang bermunculan tapi terkadang sinetron tersebut sering kali mengesampingkan pesan moral dari sinetron yang ditayangkan. Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi.
B.     Rumusan Masalah
1. apa pengertian televisi dan bagaimana perkembangannya ?
2. apa fungsi tayangantelevisi ?
3. bagaimana pengaruh televisi.terhadap sistem komunikasi Indonesia ?
       C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu televisi dan bagaimana perkembangannya
2. Untuk mengetahui apa fungsi televisi
3.Untuk mengetahui bagaimana pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata “Tele” dan “vision” yang mempunyai arti masing-masing yaitu jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi, televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh.
Sejak tahun 1962, stasiun televisi yang pertama kali muncul di Indonesia adalah TVRI. Siaran perdananya menayangkan upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta. Siaran ini masih menampilkan tayangan hitam putih. Beberapa tahun kemudian, munculah televisi nasional lainnya. Dalam kurun waktu hampir 20 tahun di Indonesia sudah terdapat sekitar 11 televisi nasional lainnya, yaitu TVRI, RCTI, MNCTV, SCTV, ANTV, INDOSIAR, METRO TV, TRANS TV, TRANS 7, TV ONE, GLOBAL TV
Perkembangan televisi di Indonesia yang begitu pesat, tidak dapat dipungkiri menimbulkan dampak positif dan negative bagi masyarakat. Kajian terhadap tayangan media televisi memperlihatkan bahwa manusia telah begitu bersahabat dengan medium yang naïf ini. Bahkan Neil Postman mengkritik televise sebagai medium yang setiap menit telah membodohkan manusia. Media televisi seakan-akan selalu membawa manusia kepada dunia yang penuh omong kosong, berbahaya, dan absurd. Kekuatan televise telah membunuh kreatifitas nalar manusia, membuat manusia sebagai makhluk yang setiap saat mengkonsumsi menu-menu informasi instan yang penuh “bumbu masak” (Bungin, 2001 : 72)
B.     Fungsi tayangan Televisi
Sebagai hasil pemikiran dan penelitian dari pakar-pakar komunikasi di Amerika Serikat, menurut Hoffmann (1999) dapat ditarik kesimpulan bahwa ada lima teori yang pada umumnya diakui, yaitu:
1.      Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini sering disebut informasi. Fungsi televisi adalah sebagai saluran penerangan bagi penguasa untuk memberi informasi kepada rakyat sesuai dengan kepentingan pemerintah.
2.      Menghubungkan satu dengan yang lain. Menurut Neil Postman televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi, televisi bisa saja berguna untuk menghubungkan hasil pengawasan satu dengan yang lain secara jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis.
3.      Menyalurkan kebudayaan. Sebetulnya kebudayaan rakyat sudah cukup terangkat, kalu saja televisi bisa berfungsi sebagai pengawas masyarakat. Akan tetapi diharapkan televisi bisa berperan lebih proaktif dalam mengembangkan kebudayaan.
4.       Hiburan. Kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Untuk itu hiburan bisa menjadi rekreasi, artinya manusia bisa menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya.
5.      Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat. Fungsi ini bisa berperan penting karena bila ada pemberitaan tentang suatu wabah penyakit maka masyarakat bisa menjdi lebih waspada dan lebih berhati-hati mengantisipasi setiap berita tersebut.

C.    Pengaruh Televisi Terhadap Sistem Komunikasi Indonesia

Pengaruh televise terhadap system komunikasi tidak pernah lepas dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut prof. Dr. R. Mar’at acara televise pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan bagi penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari televise itu sendiri, dimana televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga mereka telah hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh televisi (Effendy, 2002 : 122)
Televisi mengkomunikasikan pesan-pesannya dengan cara yang sangat sederhana. Sifat televisi yang demikian, disebut sebagai penyampaian pesan sepintas atau  transitory. Karena itulah maka pesanpun harus mudah dipahami dalam sekilas dan dengan jenjang konsentrasi yang tidak setinggi membaca. Pesan-pesan yang harus bersifat begitu sederhana itu, dengan idiom-idiom gambar yang sangat universal sehingga tayangan untuk orang dewasa pun dengan dipahami anak-anak. Pesan-pesan yang disampaikan secara audio (bahasa tutur) berentang kosakata sangat terbatas menyebabkan interaksi televisi dengan pemirsa dianggap selesai segera setelah informasi lewat tanpa dapat direvisi, diverifikasi apalagi dievaluasi.
Munculnya televisi menghadirkan suatu revolusi dimana manusia dihadapkan pada jaman komunikasi visual pada layar televisi. Revolusi pertama komunikasi massa berangkat dalam abad ke lima sebelum Kristus, yakni ketika terjadi transisi dari budaya lisan ke budaya tulis di Athena. Yang kedua bertolak di Eropa dalam abad ke lima belas ketika muncul mesin cetak Gutenberg, yang merupakan suatu revolusi dalam komunikasi massa. Revolusi ketiga adalah apa yang dikenal sebagai penemuan dan penyebaran informasi melalui televise sebagai intinya. Perkembangan ini membuat televisi dikenal sebagai  The Second God (Tondowidjojo 1999:57). Dan orang-orang Belanda mem-pleset-kan singkatan TV menjadi Tweede-Vrouw (istri kedua).
Kesederhanaan bentuk dan cara penyampaian pesan inilah yang menjadi sumber ketakutan banyak orang. Mereka percaya bahwa di balik kepiawaian televisi untuk menghibur, mengintip berbagai hal negatif (terutama anak-anak). Televisi demikian membuai sehingga memimpikan manusia dan membiarkan manusia larut dalam gambar-gambar televisi. Pemirsa televisi menaruh kesan secara langsung pada peristiwa-peristiwa dunia secara intensif serta ikut menghayatinya. Medium televisi memberikan kesadaran bahwa manusia mencapai kebahagiaan hidupnya melalui televisi.
Menurut Prof. Dr. R. Mar'at dare Unpad, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton. ini adalah hal yang wajar. Jadi, bila ada hal-hal yang mengakibatkan penonton terharu terpesona„atay latah, bukanlah sesuatu yang,istimewa, sebab  salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan akan menghipnotis penonton, sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi. peniruan, yang  seringkali dipermasalahkan, yakni peniruan yang negatif, kenyataan televisi tidak selalu menimbulkan pengaruh peniruan negatif, tidak jarang juga yangp positif .Yang menjadi persoalan sekarang, bagaimana kita harus  menggalakkan peniruan yang positif dan mencegah peniruan yang negatif
1.      Pengaruh positif televisi
a.       Kecepatan menyanyikan berita
Salah satu kelebihan berita di media layar kaca adalah kecepatan dalam halpenyajian berita, televise umumnya selalu up to date. Reporter televise mampu menyajikan berita terbaru langsung dari lokasi kejadian. Hal ini akan membuat kita tidak ketinggalan berita atau informasi dan memberikan wawasan kepada kita secara cepat. Bahkan bila perlu tim radaksi berita televise terkadangmengulas berita secara mendalam serta mendatangkan narasumber dari orang yang berkompeten dengan masalah yang tengah diulas.
b.      Media pendidikan
Bila televise menyajikan acara acara yang berhubungan dengan pendidikan, hal ini tentu sangat berguna bagi para pelajar. Seorang pelajar bisa mengambil manfaat berupa informasi pendidikan dari acara televise tersebut. Banyak sekali stasiun televise menggarap tema edukatif seperti menyiarkan film documenter sejarah, flora, fauna, sain dan sebagainya. Sambil menonton televise pemirsa juga bisa memperoleh wawasan lebih banyak.
c.       Hiburan murah
Salah satu pengaruh positif televisi  adalah kita bisa menyegarkan otak dengan menonton beragam tayangan hiburan yang disajikan oleh stasiun televisi.Mulai dari acara kuis, film, sinetron, atau hiburan-hiburan yang lain. Yang paling dirasakan adalah ketika ada gelaran olah raga skala internasional seperti World Cup atau Euro Cup, kita tidak perlu pergi jauh-jauh ke luar negeri untuk melihat langsung pertandingan sepak bola, cukup nonton tv aja dirumah.
d.      Sumber Inspirasi
Televisi banyak menayangkan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh, baik dalam dunia pendidikan, hiburan atau yang lainnya. Figur-figur yang ditampilkan dalam televisi ini bisa memicu anda untuk mencontoh kesuksesan mereka.

2.      Pengaruh negatif televisi
a.       Acara tidak mendidik
Banyaknya acara-acara yang tidak mendidik di televisi bisa mempengaruhi kejiwaan seorang anak. Film-film yang menampilkan adegan kekerasan secara frontal tanpa ada sensor sangat mudah ditiru oleh anak kecil. Atau berita kriminal yang hamper semua stasiun televisi swasta memiliki acara tersebut, dimana terkadang menayangkan berita tawuran, perkelahian ditampilkan secara gambling. Berita seperti ini tidak patut ditonton oleh anak kecil maupun remaja. Mereka bisa saja meniru adegan kekerasan atau tindak kriminal yang mereka nonton di televisi.



b.      Merusak mata
Menonton televisi terus menerus tidak hanya akan melalaikan anda dari pekerjaan tapi juga merusak kesehatan. Mata anda perlu istirahat dan tidak menonton televisi dalam waktu lama. Orang yang sering menonton televisi dalam jarak dekat memicu terjadinya penurunan penglihatan, sehingga mata menjadi minus. Akibatnya mata harus dibantu dengan kacamata untuk melihat benda lebih detail.
c.       Lupa waktu
Menonton televisi juga dapat membuat seseorang lupa waktu. Apalagi ekarang ini durasi siaran televisi swasta beroperasi selama 24 jam nonstop. Bila sudah menonton televise, anda mungkin akan merasa malas untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagi pelajar atau mahasiswa, kecanduan nonton televisi menjadi ontraproduktif dengan tugas seorang pelajar yang kewajibannya belajar. Kebiasaan negative nonton televisi tentu sangat merugikan, karena mereka bisa saja akan lupa untuk belajar.
d.      Menjadi konsumtif
Televisi mampu meningkatkan daya konsumtif masyarakat mengapa bisa demikian? Karena televisi merupakan media iklan yang media iklan yang memiliki pengaruh tinggi terhadap konsumennya. Iklan yang ditayangkan secara terus – menerus sepanjang hari, otomatis mengoyak iman pembaca untuk membeli produk yang dipromosikan oleh produsen. Apalagi disertai iming-iming diskon, pasti responnya begitu cepat. Jadi, bagi pemirsa yang tak kuat menahan godaan iklan komersial itu pasti anggaran belanjanya menjadi boros, karena membeli barang yang sebenarnya tak dibutuhkan.
e.       Mempengaruhi psikologi anak
Sekarang banyak acara televisi yang tak sesuai dengan norma masyarakat Indonesia, termasuk juga dengan berita-berita yang kerap menayangkan kekerasan tanpa disensor terlebih dahulu. Acara demikian jika ditonton oleh anak-anak yang notabene belum bisa berpikir jernih tentu bisa ditiru. Misalnya ketika pertengahan 2000 ada sebuah stasiun swasta yang menayangkan acara gulat professional, sehingga ditonton anak-anak kecil. Tak pelak mereka menirukan adegan-adegan pada gulat professional, sehingga menimbulkan korban di kalangan anak.

 

Pengaruh Negatif Televisi Penyebab Perubahan Sosial Di Indonesia

Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan sinyalnya terbatas.
Olken mensurvei lebih dari 600 desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta membandingkan antara desa yang bisa menjangkau sedikit dengan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Hasilnya cukup menarik. Setiap bertambah satu channel televisi yang bisa dilihat, maka rata-rata mereka menonton televisi lebih tujuh menit lebih lama. Ketika survei ini dilakukan, hanya ada 7 stasiun televisi nasional. Kalau survei tersebut dilakukan saat ini, bisa jadi waktunya akan bertambah besar.
Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih suka menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.
Olken adalah orang yang sangat jarang menonton televisi namun merasa heran ketika melihat kecanduan orang Indonesia terhadap kotak hitam tersebut. Katanya, “I’ve been in many, many households in Indonesia that have a dirt floor, but they also have a television.” Ironis memang.
Memang bisa dimaklumi kalau uang lagi-lagi jadi alasan. Rumah produksi ingin membuat acara berbiaya rendah tapi laku keras. Orientasi komersial jadi prioritas ketimbang kualitas acara. Karenanya wajar jika sinetron dan (un)reality show masih menjadi primadona. Sekali sinetron digemari, sekuelnya segera dibuat—-karena risikonya lebih kecil daripada harus membuat judul baru. Ketika Playboy Kabel dianggap sukses, maka Katakan Cinta, Truk Cinta, Cinta Monyet, Mak Comblang, Cinta Lokasi, Backstreet, Pacar Pertama, Harap-harap Cemas, Termehek-mehek, dan sebagainya langsung mencuat.
Jadilah kemudian lingkaran setan yang susah diputus. Produser membuat acara berdasar rating. Rating dibuat karena basis jumlah penonton. Rating acara-acara semacam itu biasanya cukup tinggi yang berarti bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang “bandel” menonton acara semacam itu. Kalau acara-acara semacam itu masih menjamur, artinya harus diakui bahwa selera mayoritas masyarakat kita masih begitu rendah.
Sebaliknya, mungkin ada juga orang-orang dunia hiburan yang ingin membuat tayangan berkualitas namun lagi-lagi terbentur rating. Serial Arisan atau Jomblo mungkin cukup seru dan bermutu, namun harus bubar jalan. Barangkali ada yang pernah berniat membuat acara seperti Animal Planet atau National Geography namun terbentur biaya tinggi dan rating yang rendah. Akibatnya iklan yang masuk minim dan pengeluaran pastinya lebih besar daripada pemasukan.
Ini memang sudah menjadi pembodohan terselubung yang dilakukan secara berjamaah. Kalau sudah begini, solusinya cuma dua. Pertama, sebisa mungkin minimalkan waktu Anda dan keluarga untuk menonton televisi dan batasi hanya untuk program-program tertentu saja. Kedua, pemerintah mustinya lebih keras membatasi tayangan televisi. Misal, 40% tayangan televisi harus bersifat edukatif dan sinetron dan infotainment masing-masing hanya boleh 20% dan 5% saja.
Orang sering mengeluh bahwa jaman sekarang kepentingan-kepentingan asing begitu agresif menjajah bangsa ini. Salah besar. Menurut kami justru penjajahan dilakukan oleh orang kita sendiri yang sama sekali tak peduli dengan masa depan bangsanya.

Televisi Merupakan Senjata Budaya Penghancur Generasi Muda Indonesia
Program acara-acara yang sering muncul di layar kaca justru kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya bahkan etika dan norma masyarakat. Salah satunya unsur kekerasan menjadi menu utama di berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, sinetron, dan berita. Salah satu bentuk pemberitaannya adalah pemberitaan kasus kriminalitas seperti Patroli, Buser, Sergap, dan sejenisnnya. Penayangan adegan kekerasan semacam ini disinyalir termasuk kekerasan media (media violence).
Teori kultivasi (cultivation) dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan oleh George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di University of Pennsylvania (Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1980). Menurut Gabner dalam penelitiannya bahwa masyarakat terbagi menjadi dua yaitu pemirsa penonton TV “berat” dan “ringan”. Pemirsa berat adalah mereka yang menonton TV lebih dari 4 jam dalam sehari, sedangkan pemirsa penonton TV ringan adalah mereka yang menonton TV kurang dari satu hari. Riset awal yang mendukung teori kultivasi didasarkan pada perbandingan antar pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi. Tim Gerbner menganalisis jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam survey dan menemukan bahwa pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi pada umumnya memberikan jawaban yang berbeda. Selanjutnya, pemirsa “berat” televisi sering memberikan jawaban yang lebih dekat dengan dunia yang digambarkan dalam televisi.
Televisi Mengubah Tingkah Laku Remaja
Unsur kekerasan yang terdapat dalam berita kriminal dapat memicu munculnya faktor penentu perubahan bagi perilaku khalayaknya dalam aspek kognitif, afektif, dan konatif. Alternatif berita kriminal di televisi tentunya akan memberikan pengaruh bagi khalayak pemirsanya, terutama jika berita kriminal yang ditayangkan dinikmati oleh khalayak remaja.
Menurut Hurlock (Suharto, 2006) tahap perkembangan anak-anak hingga remaja, pada fase inilah remaja mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Khalayak remaja mulai menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.
Televisi Mengubah Gaya Hidup Para Remaja Di Indonesia
Selain itu dapat kita rasakan bahwa program-program media masa televisi Indonesia pada saat ini tidak hannya berkutat pada masalah kekerasan, bahkan motif dan modus tindak kejahatan terkadang ditayangkan. Program-program tayangan TV gaya hidup dan gaya berpakaianpun sudah lagi tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang lebih cenderung “tertutup dan sopan” , sehingga hal ini memberikan demonstration effect pada pemuda-pemudi kita yang dapat melihat nilai-nilai pergaulan Barat yang sangat bebas. Dalam film-film yang ditayangkan TV sering kita melihat adegan-adegan seks bebas yang dilakukan laki-laki dengan perempuan yang belum menikah.
Meskipun pergaulan dan seks bebas tidak dilakukan semua pemuda dan pemudi Barat, tetapi bahaya demonstration effect bisa terjadi, sehingga sementara pemuda-pemudi kita menganggap berhubungan seks sebelum menikah sebagai hal yang biasa, yang menganggap sebagai hal yang tabu justru dianggap pandangan yang kuno. Budaya-budaya barat yang ditayangkan TV akan dapat menimbulkan gegar budaya (cultural shock) terutama pada remaja dan pemuda yang dibesarkan dalam lingkungan tertutup, dan baru mengenal nilai-nilai budaya barat, yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai budaya Indonesia.
Perubahan gaya hidup dikalangan masyarakat tersebut terutama pada umur remaja sangat ditentukan oleh lingkungan sekitar ataupun rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Program-program televisi dan media lainnya memainkan peraran yang teramat penting dalam bagaimana orang memandang dunia mereka sendiri. Pada saat ini, kebanyakan orang mendapatkan informasi mereka dari sumber-sumber yang bermediasi dibandingkan dari pengalaman langsung. Oleh kareana itu, sumber-sumber yang bermediasi dapat membentuk kenyataan seseorang.
Televisi Membelajarkan Aksi Kekerasan
Begitu juga sama halnya dengan aksi tindak kekerasan yang disiarkan oleh stasiun televisi, kegiatan menonton TV kelas berat mengultivasi suatu anggapan bahwa dunia adalah tempat yang penuh dengan kekerasan, dan para penonton TV kelas berat merasa bahwa terdapat lebih banyak kekerasan di dunia dibandingkan dengan kenyataanya atau daripada yang dirasakan kelas ringan. Hal tersebut sangat memberikan dampak yang sangat besar terhadap aspek kognitif para penonton terutama pada kalangan anak remaja.
Haermann’s Whole Brain mengatakan bahwa kognisi merupakan kepercayaan sesorang tentang sesuatu didapatkan dari proses berpikir tentang sesuatu atau seseorang. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai bagaimana cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat, dan berpikir tentang sesuatu informasi. Informasi yang didapat tersebut merupakan suatu pengetahuan dan pengetahuan seseorang tentang seuatau yang dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/tindakan mereka terhadap sesuatu. Prilaku yang ditiru tidak hanya bersifat fisik dan verbal, tetapi justru nilai-nilai yang di anut tokoh-tokoh yang dilukiskan dalam acara tersebut. Media TV juga ikut merusak kesabaran masyarakat yang demokratis karena acara maupun iklannya memilki keterbatasan waktu.
Menurut Hurlock penonton anak remaja berada pada tahap perkembangan mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.
Televisi Mengurangi Minat Baca
TV juga diduga mengurangi minat baca dan belajar bagi anak dan remaja, menghambat imajenasi, dan kreativitas mereka. Temuan penelitian yang dilakukan Deppen, Leknas dan LIPI tahun 1977/1978 memprihatinkan, yakni bahwa akibat masuknya Tv di pedesaan, pola kehidupan warga desa telah berubah, anak-anak yang sekolah jadi mundur dalam pembelajarannya karena waktu malamnya dihabiskan untuk nonton TV, bukan untuk belajar. Frekwansi membolos dan ngaji menjadi tinggi. Keadaan yang sekarang mungkin lebih buruk lagi, mengingat sekarang setidaknya terdapat banyak saluran TV yang menyediakan hiburan yang menarik baik siang maupun malam karena sebagian diantaranya menyiarkan 20 jam atau lebih perharinya.
Cara Mengatasi Dampak Negatif Televisi
1.      Sistem Bimbingan Orang Tua
Anak hanya boleh menonton tv ketika didampingi orangtua yang telah paham tayangan yang ada di tv.
2.      Sistem Rekam dan Sortir
Orang tua merekam tayangan yang ada di tv lalu mengedit bagian-bagian yang tidak layak, lalu kemudian menayangkannya kepada anak-anak kita.
3.      Sistem Beli Jadi
Orang tua membeli film vcd, dvd atau cd interaktif yang sesuai dengan umur/usia anak kita di toko buku. Pastikan tayangan yang kita beli tersebut telah lulus sensor oleh pihak yang berwenang.
4.      Sistem Langganan TV Berbayar
Pada tv berlangganan biasanya memiliki fitur untuk memblokir channel-channel tertentu. Pilihkan saluran tv berbayar yang sesuai usia dan mendidik. Kunci saluran-saluran yang tidak layak ditonton anak-anak. Ikuti terus perkembangan setiap salurannya jangan sampai ada perubahan yang signifikan tetapi kita sebagai orangtua tidak mengetahuinya.
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem komunikasi di Indonesia ditentukan oleh sistem pemerintahan dan sistem masyarakat itu sendiri. maka perlu di.arahkan Pengelolaan siaran televisi, di satu pihak untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan, di lain pihak untuk mencegah erosinya nilai-nilai luhur masyarakat Indonesia. Dalam menentukan strategi komunikasi melalui televisi, yang perlu mendapat perhatian bukan saja prosesnya secara vertikal, tetapi juga secara mikro horizontal. Dan Pluralnya sifat masyarakat Indonesia memerlukan penelitian terhadap pengaruh televisi yang lebih intensif dan ekstensif. Jika dampak negatif dari televisi tidak segera di batasi maka system komunikasi Indonesia akan berpengaruh buruk terhadap masyarakat Indonesia.





















DAFTAR PUSTAKA


Aw, Suranto. Komunikasi Perkantoran. Yogyakarta : Media Wacana.
Effendy, Onong Uchjana. 1992. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Muis, A. Harian Kompas (Arus Informasi di pedesaan Sulawesi Selatan).  29 April 1978.
Sumarjan, Selo. 1974. Unsur-unsur Sosial Budaya dalam Penerangan KB. Majalah Bina Sejahtera.
Nasiki, Burhanudin. 1976. Harian Kompas ( Lebih Banyak Anak-anak Menonton Televisi di Ujung Pandang)
Share:
Location: Banda Aceh, Kota Banda Aceh, Aceh, Indonesia

0 comments:

Post a Comment