BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dalam era modern ini komunikasi menjadi salah satu
faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa. Salah satu media elektronik yang sudah populer dan
sangat efektif untuk menyampaikan informasi atau pesan adalah televisi. Dengan
berbagai programnya televisi mampu memberikan informasi, pendidikan, hiburan,
dan sebagainya. Acara tersebut dikemas sedemikian bagus agar menarik bagi yang
menontonnya. Apalagi sekarang adalah era kebebasan bermedia, dimana banyak
bermunculan media – media atau statiun televisi yang menyuguhkan berbagai macam
program. Mulai dari program berita, musik, hingga sinetron maupun reality show.
Hampir keseluruhan acara tersebut ditujukan untuk menghibur masyarakat. Akan
tetapi kebebasan bermedia pada akhirnya berdampak pada kurang kontrolnya acara-acara
yang ditayangkan. Salah satunya adalah Sinetron. Banyaknya sinetron yang
bermunculan tapi terkadang sinetron tersebut sering kali mengesampingkan pesan
moral dari sinetron yang ditayangkan. Sinema elektronik atau lebih populer
dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung
yang disiarkan oleh stasiun televisi.
B. Rumusan Masalah
1. apa pengertian televisi
dan bagaimana perkembangannya ?
2. apa fungsi
tayangantelevisi ?
3. bagaimana pengaruh televisi.terhadap sistem komunikasi Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu televisi dan bagaimana
perkembangannya
2. Untuk mengetahui apa fungsi televisi
3.Untuk mengetahui bagaimana pengaruh televisi terhadap sistem
komunikasi Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar.
Kata televisi berasal dari kata “Tele” dan “vision” yang mempunyai arti
masing-masing yaitu jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi, televisi berarti
tampak atau dapat melihat dari jarak jauh.
Sejak
tahun 1962, stasiun televisi yang pertama kali muncul di Indonesia adalah TVRI.
Siaran perdananya menayangkan upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta. Siaran ini masih menampilkan
tayangan hitam putih. Beberapa tahun kemudian, munculah televisi nasional
lainnya. Dalam kurun waktu hampir 20 tahun di Indonesia sudah terdapat sekitar
11 televisi nasional lainnya, yaitu TVRI, RCTI, MNCTV, SCTV, ANTV, INDOSIAR,
METRO TV, TRANS TV, TRANS 7, TV ONE, GLOBAL TV
Perkembangan
televisi di Indonesia yang begitu pesat, tidak dapat dipungkiri menimbulkan
dampak positif dan negative bagi masyarakat. Kajian terhadap tayangan media
televisi memperlihatkan bahwa manusia telah begitu bersahabat dengan medium
yang naïf ini. Bahkan Neil Postman mengkritik televise sebagai medium yang
setiap menit telah membodohkan manusia. Media televisi seakan-akan selalu
membawa manusia kepada dunia yang penuh omong kosong, berbahaya, dan absurd.
Kekuatan televise telah membunuh kreatifitas nalar manusia, membuat manusia
sebagai makhluk yang setiap saat mengkonsumsi menu-menu informasi instan yang
penuh “bumbu masak” (Bungin, 2001 : 72)
B. Fungsi tayangan Televisi
Sebagai
hasil pemikiran dan penelitian dari pakar-pakar komunikasi di Amerika Serikat,
menurut Hoffmann (1999) dapat ditarik kesimpulan bahwa ada lima teori yang pada
umumnya diakui, yaitu:
1.
Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini
sering disebut informasi. Fungsi televisi adalah sebagai saluran penerangan
bagi penguasa untuk memberi informasi kepada rakyat sesuai dengan kepentingan
pemerintah.
2.
Menghubungkan satu dengan yang lain. Menurut Neil
Postman televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi, televisi bisa saja
berguna untuk menghubungkan hasil pengawasan satu dengan yang lain secara jauh
lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis.
3.
Menyalurkan kebudayaan. Sebetulnya kebudayaan rakyat
sudah cukup terangkat, kalu saja televisi bisa berfungsi sebagai pengawas
masyarakat. Akan tetapi diharapkan televisi bisa berperan lebih proaktif dalam
mengembangkan kebudayaan.
4.
Hiburan. Kalau
tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Untuk itu hiburan
bisa menjadi rekreasi, artinya manusia bisa menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan
yang lainnya.
5.
Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan
darurat. Fungsi ini bisa berperan penting karena bila ada pemberitaan tentang
suatu wabah penyakit maka masyarakat bisa menjdi lebih waspada dan lebih
berhati-hati mengantisipasi setiap berita tersebut.
C. Pengaruh Televisi Terhadap Sistem Komunikasi
Indonesia
Pengaruh
televise terhadap system komunikasi tidak pernah lepas dari pengaruh terhadap
aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut prof. Dr. R. Mar’at acara televise
pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan bagi
penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari televise itu
sendiri, dimana televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga mereka
telah hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh
televisi (Effendy, 2002 : 122)
Televisi mengkomunikasikan pesan-pesannya dengan cara
yang sangat sederhana. Sifat televisi yang demikian, disebut sebagai
penyampaian pesan sepintas atau transitory. Karena itulah maka pesanpun
harus mudah dipahami dalam sekilas dan dengan jenjang konsentrasi yang tidak
setinggi membaca. Pesan-pesan yang harus bersifat begitu sederhana itu, dengan
idiom-idiom gambar yang sangat universal sehingga tayangan untuk orang dewasa
pun dengan dipahami anak-anak. Pesan-pesan yang disampaikan secara audio
(bahasa tutur) berentang kosakata sangat terbatas menyebabkan interaksi
televisi dengan pemirsa dianggap selesai segera setelah informasi lewat tanpa
dapat direvisi, diverifikasi apalagi dievaluasi.
Munculnya televisi menghadirkan suatu revolusi dimana
manusia dihadapkan pada jaman komunikasi visual pada layar televisi. Revolusi
pertama komunikasi massa berangkat dalam abad ke lima sebelum Kristus, yakni
ketika terjadi transisi dari budaya lisan ke budaya tulis di Athena. Yang kedua
bertolak di Eropa dalam abad ke lima belas ketika muncul mesin cetak Gutenberg,
yang merupakan suatu revolusi dalam komunikasi massa. Revolusi ketiga adalah
apa yang dikenal sebagai penemuan dan penyebaran informasi melalui televise
sebagai intinya. Perkembangan ini membuat televisi dikenal sebagai The
Second God (Tondowidjojo 1999:57). Dan orang-orang Belanda mem-pleset-kan
singkatan TV menjadi Tweede-Vrouw (istri kedua).
Kesederhanaan bentuk dan cara penyampaian pesan inilah
yang menjadi sumber ketakutan banyak orang. Mereka percaya bahwa di balik
kepiawaian televisi untuk menghibur, mengintip berbagai hal negatif (terutama
anak-anak). Televisi demikian membuai sehingga memimpikan manusia dan
membiarkan manusia larut dalam gambar-gambar televisi. Pemirsa televisi menaruh
kesan secara langsung pada peristiwa-peristiwa dunia secara intensif serta ikut
menghayatinya. Medium televisi memberikan kesadaran bahwa manusia mencapai
kebahagiaan hidupnya melalui televisi.
Menurut Prof. Dr. R. Mar'at dare Unpad, acara televisi
pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para
penonton. ini adalah hal yang wajar. Jadi, bila ada hal-hal yang mengakibatkan
penonton terharu terpesona„atay latah, bukanlah sesuatu yang,istimewa,
sebab salah satu pengaruh psikologis
dari televisi seakan akan menghipnotis penonton, sehingga mereka seolah-olah
hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi. peniruan,
yang seringkali dipermasalahkan, yakni
peniruan yang negatif, kenyataan televisi tidak selalu menimbulkan pengaruh
peniruan negatif, tidak jarang juga yangp positif .Yang menjadi persoalan
sekarang, bagaimana kita harus
menggalakkan peniruan yang positif dan mencegah peniruan yang negatif
1. Pengaruh positif televisi
a.
Kecepatan menyanyikan berita
Salah satu kelebihan
berita di media layar kaca adalah kecepatan dalam halpenyajian berita, televise
umumnya selalu up to date. Reporter televise mampu menyajikan berita terbaru
langsung dari lokasi kejadian. Hal ini akan membuat kita tidak ketinggalan berita
atau informasi dan memberikan wawasan kepada kita secara cepat. Bahkan bila
perlu tim radaksi berita televise terkadangmengulas berita secara mendalam
serta mendatangkan narasumber dari orang yang berkompeten dengan masalah yang
tengah diulas.
b.
Media pendidikan
Bila televise menyajikan
acara acara yang berhubungan dengan pendidikan, hal ini tentu sangat berguna
bagi para pelajar. Seorang pelajar bisa mengambil manfaat berupa informasi
pendidikan dari acara televise tersebut. Banyak sekali stasiun televise
menggarap tema edukatif seperti menyiarkan film documenter sejarah, flora,
fauna, sain dan sebagainya. Sambil menonton televise pemirsa juga bisa
memperoleh wawasan lebih banyak.
c.
Hiburan murah
Salah satu pengaruh
positif televisi adalah kita bisa menyegarkan
otak dengan menonton beragam tayangan hiburan yang disajikan oleh stasiun
televisi.Mulai dari acara kuis, film, sinetron, atau hiburan-hiburan yang lain.
Yang paling dirasakan adalah ketika ada gelaran olah raga skala internasional
seperti World Cup atau Euro Cup, kita tidak perlu pergi jauh-jauh ke luar
negeri untuk melihat langsung pertandingan sepak bola, cukup nonton tv aja
dirumah.
d.
Sumber Inspirasi
Televisi banyak
menayangkan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh, baik dalam dunia pendidikan, hiburan
atau yang lainnya. Figur-figur yang ditampilkan dalam televisi ini bisa memicu
anda untuk mencontoh kesuksesan mereka.
2. Pengaruh negatif televisi
a.
Acara tidak mendidik
Banyaknya acara-acara yang
tidak mendidik di televisi bisa mempengaruhi kejiwaan seorang anak. Film-film
yang menampilkan adegan kekerasan secara frontal tanpa ada sensor sangat mudah
ditiru oleh anak kecil. Atau berita kriminal yang hamper semua stasiun televisi
swasta memiliki acara tersebut, dimana terkadang menayangkan berita tawuran,
perkelahian ditampilkan secara gambling. Berita seperti ini tidak patut
ditonton oleh anak kecil maupun remaja. Mereka bisa saja meniru adegan
kekerasan atau tindak kriminal yang mereka nonton di televisi.
b.
Merusak mata
Menonton televisi terus menerus
tidak hanya akan melalaikan anda dari pekerjaan tapi juga merusak kesehatan.
Mata anda perlu istirahat dan tidak menonton televisi dalam waktu lama. Orang
yang sering menonton televisi dalam jarak dekat memicu terjadinya penurunan
penglihatan, sehingga mata menjadi minus. Akibatnya mata harus dibantu dengan
kacamata untuk melihat benda lebih detail.
c.
Lupa waktu
Menonton televisi juga
dapat membuat seseorang lupa waktu. Apalagi ekarang ini durasi siaran televisi
swasta beroperasi selama 24 jam nonstop. Bila sudah menonton televise, anda
mungkin akan merasa malas untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagi pelajar atau
mahasiswa, kecanduan nonton televisi menjadi ontraproduktif dengan tugas seorang
pelajar yang kewajibannya belajar. Kebiasaan negative nonton televisi tentu
sangat merugikan, karena mereka bisa saja akan lupa untuk belajar.
d.
Menjadi konsumtif
Televisi mampu
meningkatkan daya konsumtif masyarakat mengapa bisa demikian? Karena televisi
merupakan media iklan yang media iklan yang memiliki pengaruh tinggi terhadap
konsumennya. Iklan yang ditayangkan secara terus – menerus sepanjang hari,
otomatis mengoyak iman pembaca untuk membeli produk yang dipromosikan oleh
produsen. Apalagi disertai iming-iming diskon, pasti responnya begitu cepat.
Jadi, bagi pemirsa yang tak kuat menahan godaan iklan komersial itu pasti
anggaran belanjanya menjadi boros, karena membeli barang yang sebenarnya tak
dibutuhkan.
e.
Mempengaruhi psikologi anak
Sekarang banyak acara
televisi yang tak sesuai dengan norma masyarakat Indonesia, termasuk juga
dengan berita-berita yang kerap menayangkan kekerasan tanpa disensor terlebih
dahulu. Acara demikian jika ditonton oleh anak-anak yang notabene belum bisa
berpikir jernih tentu bisa ditiru. Misalnya ketika pertengahan 2000 ada sebuah
stasiun swasta yang menayangkan acara gulat professional, sehingga ditonton
anak-anak kecil. Tak pelak mereka menirukan adegan-adegan pada gulat
professional, sehingga menimbulkan korban di kalangan anak.
Pengaruh Negatif Televisi
Penyebab Perubahan Sosial Di Indonesia
Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun
lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita
tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan
dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus
namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan
sinyalnya terbatas.
Olken mensurvei lebih dari 600 desa di Jawa
Timur dan Jawa Tengah serta membandingkan antara desa yang bisa menjangkau
sedikit dengan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Hasilnya cukup
menarik. Setiap bertambah satu channel televisi yang bisa dilihat, maka
rata-rata mereka menonton televisi lebih tujuh menit lebih lama. Ketika survei
ini dilakukan, hanya ada 7 stasiun televisi nasional. Kalau survei tersebut
dilakukan saat ini, bisa jadi waktunya akan bertambah besar.
Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di
pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya
tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih
suka menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut juga terlihat adanya
tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat
pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.
Olken adalah orang yang sangat jarang menonton
televisi namun merasa heran ketika melihat kecanduan orang Indonesia terhadap
kotak hitam tersebut. Katanya, “I’ve been in many, many households in
Indonesia that have a dirt floor, but they also have a television.” Ironis
memang.
Memang bisa dimaklumi kalau uang lagi-lagi jadi
alasan. Rumah produksi ingin membuat acara berbiaya rendah tapi laku keras.
Orientasi komersial jadi prioritas ketimbang kualitas acara. Karenanya wajar
jika sinetron dan (un)reality show masih menjadi primadona. Sekali
sinetron digemari, sekuelnya segera dibuat—-karena risikonya lebih kecil
daripada harus membuat judul baru. Ketika Playboy Kabel dianggap sukses, maka
Katakan Cinta, Truk Cinta, Cinta Monyet, Mak Comblang, Cinta Lokasi, Backstreet,
Pacar Pertama, Harap-harap Cemas, Termehek-mehek, dan sebagainya langsung
mencuat.
Jadilah kemudian lingkaran setan yang susah
diputus. Produser membuat acara berdasar rating. Rating dibuat karena basis
jumlah penonton. Rating acara-acara semacam itu biasanya cukup tinggi yang
berarti bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang “bandel” menonton acara
semacam itu. Kalau acara-acara semacam itu masih menjamur, artinya harus diakui
bahwa selera mayoritas masyarakat kita masih begitu rendah.
Sebaliknya, mungkin ada juga orang-orang dunia
hiburan yang ingin membuat tayangan berkualitas namun lagi-lagi terbentur
rating. Serial Arisan atau Jomblo mungkin cukup seru dan bermutu, namun harus
bubar jalan. Barangkali ada yang pernah berniat membuat acara seperti Animal
Planet atau National Geography namun terbentur biaya tinggi dan rating yang
rendah. Akibatnya iklan yang masuk minim dan pengeluaran pastinya lebih besar
daripada pemasukan.
Ini memang sudah menjadi pembodohan terselubung
yang dilakukan secara berjamaah. Kalau sudah begini, solusinya cuma dua.
Pertama, sebisa mungkin minimalkan waktu Anda dan keluarga untuk menonton
televisi dan batasi hanya untuk program-program tertentu saja. Kedua,
pemerintah mustinya lebih keras membatasi tayangan televisi. Misal, 40%
tayangan televisi harus bersifat edukatif dan sinetron dan infotainment
masing-masing hanya boleh 20% dan 5% saja.
Orang sering mengeluh bahwa jaman sekarang
kepentingan-kepentingan asing begitu agresif menjajah bangsa ini. Salah besar.
Menurut kami justru penjajahan dilakukan oleh orang kita sendiri yang sama
sekali tak peduli dengan masa depan bangsanya.
Televisi Merupakan Senjata Budaya Penghancur
Generasi Muda Indonesia
Program acara-acara yang sering muncul di layar
kaca justru kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya
bahkan etika dan norma masyarakat. Salah satunya unsur kekerasan menjadi menu
utama di berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, sinetron, dan berita.
Salah satu bentuk pemberitaannya adalah pemberitaan kasus kriminalitas seperti
Patroli, Buser, Sergap, dan sejenisnnya. Penayangan adegan kekerasan semacam
ini disinyalir termasuk kekerasan media (media violence).
Teori kultivasi (cultivation) dikembangkan untuk
menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai
orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang
dilakukan oleh George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of
Communication di University of Pennsylvania (Gerbner, Gross, Morgan, dan
Signorielli, 1980). Menurut Gabner dalam penelitiannya bahwa masyarakat terbagi
menjadi dua yaitu pemirsa penonton TV “berat” dan “ringan”. Pemirsa berat
adalah mereka yang menonton TV lebih dari 4 jam dalam sehari, sedangkan pemirsa
penonton TV ringan adalah mereka yang menonton TV kurang dari satu hari. Riset
awal yang mendukung teori kultivasi didasarkan pada perbandingan antar pemirsa
“berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi. Tim Gerbner menganalisis
jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam survey dan menemukan bahwa
pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi pada umumnya memberikan
jawaban yang berbeda. Selanjutnya, pemirsa “berat” televisi sering memberikan
jawaban yang lebih dekat dengan dunia yang digambarkan dalam televisi.
Televisi Mengubah Tingkah Laku Remaja
Unsur kekerasan yang terdapat dalam berita
kriminal dapat memicu munculnya faktor penentu perubahan bagi perilaku
khalayaknya dalam aspek kognitif, afektif, dan konatif. Alternatif berita
kriminal di televisi tentunya akan memberikan pengaruh bagi khalayak
pemirsanya, terutama jika berita kriminal yang ditayangkan dinikmati oleh
khalayak remaja.
Menurut Hurlock (Suharto, 2006) tahap
perkembangan anak-anak hingga remaja, pada fase inilah remaja mulai memiliki
pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Khalayak remaja mulai
menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Remaja yang memiliki
intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya
dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada
aspek kognitif yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi
perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang
meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.
Televisi Mengubah Gaya Hidup Para Remaja Di
Indonesia
Selain itu dapat kita rasakan bahwa
program-program media masa televisi Indonesia pada saat ini tidak hannya
berkutat pada masalah kekerasan, bahkan motif dan modus tindak kejahatan
terkadang ditayangkan. Program-program tayangan TV gaya hidup dan gaya
berpakaianpun sudah lagi tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang lebih
cenderung “tertutup dan sopan” , sehingga hal ini memberikan demonstration
effect pada pemuda-pemudi kita yang dapat melihat nilai-nilai pergaulan
Barat yang sangat bebas. Dalam film-film yang ditayangkan TV sering kita
melihat adegan-adegan seks bebas yang dilakukan laki-laki dengan perempuan yang
belum menikah.
Meskipun pergaulan dan seks bebas tidak
dilakukan semua pemuda dan pemudi Barat, tetapi bahaya demonstration effect
bisa terjadi, sehingga sementara pemuda-pemudi kita menganggap berhubungan seks
sebelum menikah sebagai hal yang biasa, yang menganggap sebagai hal yang tabu
justru dianggap pandangan yang kuno. Budaya-budaya barat yang ditayangkan TV
akan dapat menimbulkan gegar budaya (cultural shock) terutama pada
remaja dan pemuda yang dibesarkan dalam lingkungan tertutup, dan baru mengenal
nilai-nilai budaya barat, yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai budaya
Indonesia.
Perubahan gaya hidup dikalangan masyarakat
tersebut terutama pada umur remaja sangat ditentukan oleh lingkungan sekitar
ataupun rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Program-program televisi
dan media lainnya memainkan peraran yang teramat penting dalam bagaimana orang
memandang dunia mereka sendiri. Pada saat ini, kebanyakan orang mendapatkan
informasi mereka dari sumber-sumber yang bermediasi dibandingkan dari
pengalaman langsung. Oleh kareana itu, sumber-sumber yang bermediasi dapat
membentuk kenyataan seseorang.
Televisi Membelajarkan Aksi Kekerasan
Begitu juga sama halnya dengan aksi tindak
kekerasan yang disiarkan oleh stasiun televisi, kegiatan menonton TV kelas
berat mengultivasi suatu anggapan bahwa dunia adalah tempat yang penuh dengan
kekerasan, dan para penonton TV kelas berat merasa bahwa terdapat lebih banyak
kekerasan di dunia dibandingkan dengan kenyataanya atau daripada yang dirasakan
kelas ringan. Hal tersebut sangat memberikan dampak yang sangat besar terhadap
aspek kognitif para penonton terutama pada kalangan anak remaja.
Haermann’s Whole Brain mengatakan bahwa kognisi
merupakan kepercayaan sesorang tentang sesuatu didapatkan dari proses berpikir
tentang sesuatu atau seseorang. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai
bagaimana cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat,
dan berpikir tentang sesuatu informasi. Informasi yang didapat tersebut
merupakan suatu pengetahuan dan pengetahuan seseorang tentang seuatau yang
dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi
perilaku/tindakan mereka terhadap sesuatu. Prilaku yang ditiru tidak hanya
bersifat fisik dan verbal, tetapi justru nilai-nilai yang di anut tokoh-tokoh
yang dilukiskan dalam acara tersebut. Media TV juga ikut merusak kesabaran
masyarakat yang demokratis karena acara maupun iklannya memilki keterbatasan
waktu.
Menurut Hurlock penonton anak remaja berada pada
tahap perkembangan mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial
yang tinggi. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai
menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga
pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif yang meliputi
pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan
tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru
adegan kekerasan.
Televisi Mengurangi Minat Baca
TV juga diduga mengurangi minat baca dan belajar bagi anak dan
remaja, menghambat imajenasi, dan kreativitas mereka. Temuan penelitian yang
dilakukan Deppen, Leknas dan LIPI tahun 1977/1978 memprihatinkan, yakni bahwa
akibat masuknya Tv di pedesaan, pola kehidupan warga desa telah berubah,
anak-anak yang sekolah jadi mundur dalam pembelajarannya karena waktu malamnya
dihabiskan untuk nonton TV, bukan untuk belajar. Frekwansi membolos dan ngaji
menjadi tinggi. Keadaan yang sekarang mungkin lebih buruk lagi, mengingat
sekarang setidaknya terdapat banyak saluran TV yang menyediakan hiburan yang
menarik baik siang maupun malam karena sebagian diantaranya menyiarkan 20 jam
atau lebih perharinya.
Cara
Mengatasi Dampak Negatif Televisi
1. Sistem Bimbingan Orang Tua
Anak hanya boleh menonton tv ketika
didampingi orangtua yang telah paham tayangan yang ada di tv.
2. Sistem Rekam dan Sortir
Orang tua merekam tayangan yang ada
di tv lalu mengedit bagian-bagian yang tidak layak, lalu kemudian menayangkannya
kepada anak-anak kita.
3. Sistem Beli Jadi
Orang tua membeli film vcd, dvd atau
cd interaktif yang sesuai dengan umur/usia anak kita di toko buku. Pastikan
tayangan yang kita beli tersebut telah lulus sensor oleh pihak yang berwenang.
4. Sistem Langganan TV Berbayar
Pada tv berlangganan biasanya
memiliki fitur untuk memblokir channel-channel tertentu. Pilihkan saluran tv
berbayar yang sesuai usia dan mendidik. Kunci saluran-saluran yang tidak layak
ditonton anak-anak. Ikuti terus perkembangan setiap salurannya jangan sampai
ada perubahan yang signifikan tetapi kita sebagai orangtua tidak mengetahuinya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem komunikasi di
Indonesia ditentukan oleh sistem pemerintahan dan sistem masyarakat itu
sendiri. maka perlu di.arahkan Pengelolaan siaran televisi, di satu pihak untuk
mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan, di lain pihak untuk
mencegah erosinya nilai-nilai luhur masyarakat Indonesia. Dalam menentukan
strategi komunikasi melalui televisi, yang perlu mendapat perhatian bukan saja
prosesnya secara vertikal, tetapi juga secara mikro horizontal. Dan Pluralnya
sifat masyarakat Indonesia memerlukan penelitian terhadap pengaruh televisi
yang lebih intensif dan ekstensif. Jika dampak negatif dari televisi tidak
segera di batasi maka system komunikasi Indonesia akan berpengaruh buruk
terhadap masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aw, Suranto. Komunikasi Perkantoran. Yogyakarta : Media Wacana.
Effendy, Onong Uchjana.
1992. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Remaja Rosdakarya.
Muis, A. Harian Kompas
(Arus Informasi di pedesaan Sulawesi Selatan).
29 April 1978.
Sumarjan, Selo. 1974.
Unsur-unsur Sosial Budaya dalam Penerangan KB. Majalah Bina Sejahtera.
Nasiki, Burhanudin. 1976.
Harian Kompas ( Lebih Banyak Anak-anak Menonton Televisi di Ujung Pandang)
0 comments:
Post a Comment