Monday, April 24, 2017

MASALAH-MASALAH SOSIAL DI MEDIA MASSA TERKAIT DENGAN KEKERASAN TERHADAP WANITA

KEKERASAN PEREMPUAN DI MEDIA
1.      Pendahuluan
Perbincangan tentang perempuan akan senantiasa menarik, apalagi jika dihubungkan dengan media massa yang setiap hari kita nikmati, dari mulai media cetak yang mulai provokatif dan media elektronik yang semakin atraktif. Perbincangan tentang perempuan tidak bisa dilepaskan dari semangat gerakan feminisme yang diawali oleh persepsi perihal ketimpangan posisi Perempuan dibandingkan posisi pria di masyarakat. Di mana pria digambarkan sebagai sosok yang mendominasi (suferior) dan perempuan sebagai sosok yang didominasi (inferior). Gambaran tersebut akan lebih kasat mata ketika kita membedah media massa sebagai media sosialisasi nilai-nilai kultural suatu masyarakat. Media massa dengan  jargon kebebasan ternyata tidak lepas dari semangat patriarki  yang tentunya memberikan implikasi pada kebijakan redaksional, baik disengaja atau tidak. Perempuan menjadi pangsa pasar besar yang menjanjikan bagi media massa. Banyak acara di televisi ataupun media cetak yang bertemakan perempuan. Hal ini, agaknya tidak dapat dilepaskan dari persepsi umum bahwa perempuan merupakan makhluk yang lebih “bermasalah” daripada laki-laki. Namun, lama kelamaan media massa seakan telah membuat pola-pola diskriminasi yang menyepelekan perempuan demi kepentingan pribadi media tersebut. Media massa membuat konstruksi sendiri tentang citra perempuan melalui konten yang mereka produksi. misalnya saja di televisi, pada acara seperti reality show ataupun sinetron perempuan dianggap sebagai pihak yang bodoh, emosional, labil, dan sejenisnya. Berita mengenai perempuan hanya berupa sensasi, lelucon murahan, sebagai ratu kecantikan atau bagaimana perempuan diperkosa, menderita, dengan segala kesedihannya. Jarang media massa memberitakan tentang keberhasilan perempuan. Begitupula dengan iklan. Perempuan adalah target utama dari media iklan yang kebanyakan berisi bujukan dan rayuan belaka. Dengan tayangan maupun pemberitaan tersebut, media telah mengontruksi citra dan representasi perempuan yang belum tentu realitas sosialnya di masyarakat seperti itu.

Karen Boyle-memandang bahwa media massa dapat mempengaruhi perilaku konsumersnya. Efek atau dampak negative dari media adalah dapat mempengaruhi atau memprovokasi perilaku konsumersnya menjadi agresive, pembangkang, dan tidak bermoral dan akhirnya melakukan tindakan kriminal. David Trend, menggariskan bahwa tidak mutlak menjadikan orang berperilaku agresive dan melakukan tindakan kriminal, namun media violence dapat menjadi berbahaya. Media dapat memberikan identitas dan mengubah keyakinan dan sikap suatu masyarakat secara perlahan-lahan
 segala hal yang melecehkan, merendahkan, serta bersifat negative bagi wanita dapat digolongkan dalam kekerasan terhadap gender. Wanita sering kali mendapat diskriminasi dan pelecehan dalam media. Membahas soal kekerasan terhadap gender-wanita, lebih mengarah pada perjuangan kaum feminist yang menentang segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dan menuntut adanya kesetaraan.




Kontribusi Media terhadap Kekerasan
Media massa saat ini merupakan media dalam menyampaikan informasi perubahan kepada masyarakat sehingga bisa dikatakan sebagai alat konstruksi sosial yang paling ampuh. Permasalahannya, pesan yang dibawa media massa tidak saja bersifat positif namun juga bersifat negatif, bahkan kadang-kadang pesan positif dimodifikasi hingga menjadi negatif. Dalam kaitannya dengan permasalahan gender, media massa sebenarnya merupakan alat strategis untuk mengubah paradigma masyarakat terhadap tindak kekerasan pada perempuan karena memiliki hegemoni untuk membangun opini publik. Namun, di sisi lain, media massa juga ternyata menjadi alat strategis untuk mengembangkan bahkan melestarikan tindak kekerasan pada perempuan. Berkaitan dengan kemampuan media yang dapat menciptakan realitas social.
   
Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, maka informasi yang kita dapatkan dapat diakses dengan mudah dan cepat hal tersebut dapat kita lihat padapun perkembangan media elektronik khususnya televisi dan internet.
Dalam perkembangan media elektronik khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatif terutama terhadap perempuan yang terdapat dalam media elektronik khususnya perempuan dalam media elektronik tersebut. Hal yang sensitif dalam persoalan eksploitasi perempuan ini adalah ketika di kontruksikan dengan media massa tentunya baik dalam hal tayangan (content) atau sifatnya dalam bentuk berita (news). Bentuk eksploitasi tersebut dapat kita lihat dalam industri media elektronik, televisi dan internet, perempuan kerap kali hanya dijadikan sebagai obyek seksual, dimana tubuh perempuan maupun sifat keperempuanan dijadikan salah satu alat untuk memancing daya tarik pemirsa baik dalam sinetron, film televisi, iklan dan program-program televisi lainnya, memanfaatkan keindahan atau sensualitas tubuh perempuan sebagai alat untuk menjual produk yang diiklankan atau untuk dimanfaatkan dalam memperoleh keuntungan di industri pornografi dalam mediatelevisi dan internet adalah terdapatnya eksploitasi elektronik internet.
Eksploitasi perempuan dalam media elektronik khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak terhadap perempuan. Komite televisi Indonesia harus menyadari hal semacam ini dan masih harus belajar lebih banyak lagi untuk menyajikan informasi yang lebih bermanfaat. Setidaknya membuka kesadaran kita lebih jauh betapa televisi tidak lebih baik dan tidak lebih rendah dari realitas sesungguhnya yang terlebih dahulu kita anggap tidak baik dan rendah.
Berdasarkan uraian tersebut banyak hal yang perlu kita cermati dalam pemberdayaan perempuan yang merupakan instrument dalam media pertelevisian maupun internet.

     1.  Eksploitasi terhadap perempuan
Eksploitasi adalah politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
Eksploitasi perempuan merupakan fenomena yang fundamental yang tentu menarik untuk dicermati dan dikaji dalam perspektif ilmu sosial, khususnya dalam ranah ilmu hukum dengan latar belakang bicara mengenai issue-issue gender.  Persoalannya adalah sampai saat ini eksploitasi perempuan tersebut ketika dihubungkan dalam konteks hukum, fakta yang terjadi di masyarakat adalah masih seringnya terdapat atau dijumpai tentunya dalam berbagai bentuk dalam kerangka kriminologis. Hal yang sensitif dalam persoalan eksploitasi perempuan ini adalah ketika di kontruksikan dengan media massa tentunya baik dalam hal tayangan atau sifatnya dalam bentuk berita . Eksploitasi perempuan dalam media elektronik khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak terhadap perempuan. Komite televisi Indonesia harus menyadari hal semacam ini dan masih harus belajar lebih banyak lagi untuk menyajikan informasi yang lebih bermanfaat. Setidaknya membuka kesadaran kita lebih jauh betapa televisi tidak lebih baik dan tidak lebih rendah dari realitas sesungguhnya yang terlebih dahulu kita anggap tidak baik dan rendah.
Berdasarkan uraian tersebut banyak hal yang perlu kita cermati dalam pemberdayaan perempuan yang merupakan instrument dalam media pertelevisian maupun internet.

Seiring berjalannya waktu realitas yang kita lihat adalah ketika mulai banyak segelintir pihak yang mempertanyakan dan menggugat peranan media massa dalam penyebaran berbagai informasi dan hal-hal negatif. Banyak kalangan yang menuding bahwa media massa, entah disadari atau tidak, punya peranan penting dalam proses kemerosotan moral bangsa ini. Tudingan itu bertolak dari kenyataan bahwa saat ini terutama karena adanya “eforia media” sebagai jargon “kebebasan pers” yang efek sampingnya adalah buah dari proses reformasi.
Banyak sekali praktek media masa yang terang-terangan menampilkan aspek yang selama ini dianggap “tabu“ untuk ditampilkan sebagai jualan utamanya dan karenanya dianggap lagi tidak memperdulikan tatanan norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Hidayat dan Sandjaja, dalam “media and the pandora’sbot of reformasi” mengungkapkan bagaimana euforia reformasi kemudian ikut berperan dalam menjadikan media massa sebagai kotak Pandora yang “melepaskan” berbagai macam hal buruk, seperti konflik dan kekerasan sebagai komoditas. Selain aspek politik yang menarik untuk dibicarakan apalagi dijadikan liputan media namun sekarang wujudnya semakin bergeser menjadi jualan yang laris adalah yang berkaitan dengan seksualitas dan seks, tentu obyeknya langsung atau tidak langsung adalah perempuan, dalam hal ini adalah pornografi. Singkatnya, seksualitas dan juga sensualitas dalam berbagai bentuk menjadi semacam “hot sale” yang hampir selalu ada dalam praktek media massa dengan jargon “perempuan” sebagai komoditas, misalnya saja iklan sebagai bentuk salah satu jenis eksploitasi perempuan dalam tayangan media televisi.
Perkembangan yuridisnya sekarang memang muncul berbagai regulasi mengenai persoalan ini undang-undang pornografi, undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau UU No 11 tahun 2008 akan tertutup sampai saat ini masalah eksploitasi perempuan di media massa tersebut tetaplah menjadi “komoditas” media dan publik. Tanpa disadari bahwa membuat hal tersebut sebagai sesuatu yang menyimpang, baik dari segi etika dan aturan tentunya.
2.                  2. Perempuan Sebagai Obyek Media Massa
            Wanita atau perempuan secara filsafat adalah makhluk humanis, namun tidak berarti ia weakness atau lemah untuk melakukan sesuatu sulit, dalam berbagai berbagai profesi saja perempuan sebagai yang nomor satu terlepas dari apapun yang pro atau pun kontra terhadap kesetaraan perempuan atau gender, perempuan dalam status sosial yang diatas tentu menjadi kuat dan profesional dalam melaksanakan aktifitas. Persoalannya disini adalah ketika dilihat dari sisi keadilan masyarakat tentu berbeda ketika kita melihat perempuan dalam tatanan status sosial yang lain. Dalam hal ini yang muncul adalah perempuan menjadi sosok yang kadang termarginalkan oleh hak-hak dan perlindungan atasnya.
            Perempuan sebagai obyek disini adalah sebagai tempelan yang berlandaskan manfaat atas kepentingan tertentu, dalam hal ini adalah media massa baik itu cetak ataupun elektronik. Lantas kenapa perempuan di eksploitasi sebagai obyek disini? tentunya alasan yang umum adalah nilai jual perempuan mahal sebab perempuan makhluk yang menawan dalam arti fisik apapun alasannya hampir pasti orang suka ketika melihat perempuan di televisi atau media. Ironisnya disini adalah perempuan/ wanita cenderung mempunyai fungsi hanya sebagai keindahan dimana keindahan biologis dimanfaatkan oleh pelaku media sebagai komoditas dan identitas dari sebuah mutu dan kesan mewah. Terlihat disini bahwa perempuan cenderung sebagai obyek yang sepihak tanpa mengedepankan nilai-nilai atau norma yang tentu sudah jelas dianut oleh bangsa kita sebagai bangsa yang beradap.
              3. Perempuan dan subyektifitas media
Ketika media massa memberitakan peristiwa pemerkosaan dan dalam berita itu disebutkan “perempuan berkulit kuning langsat dan bertubuh sintal”, maka penulisan peristiwa pemerkosaan itu telah menjadikan perempuan sebagai korban, korban untuk kedua kalinya (revictimized), pertama dia menjadi korban kekerasan fisik (pemerkosaan), kedua, dia menjadi korban penulisan, seolah-olah karena kulitnya yang kuning dan tubuhnya yang sintal itu yang menjadi penyebab kekerasan atas diri perempuan itu.
Terlepas dari hal diatas walaupun beberapa media telah mencoba menampilkan liputan dengan menghormati perempuan (korban), misalnya dengan menyingkirkan identitas dan dengan menjelaskan kejadian secara ringkas dan deskriptif saja, tetapi masih saja terdapat media yang tetap mengedepankan pemberitaan terhadap perempuan secara “vulgar” tanpa mengedepankan prinsip check and balance dalam penyiaran atau peliputan.
             4.      Korelasi (Keterkaitan)
         Sebagaimana telah diuraikan dalam poin-poin diatas, atas persoalan perempuan dan media dapatlah dilihat bahwa parameter keterkaitan  media dan perempuan adalah melalui nilai yakni obyek dan subyeknya. Tentu masih ada lagi korelasi lain terkait dengan persoalan ini, namun kedua hal inilah yang antara lain penulis rasakan sebagai faktor fundamental keterkaitan antara perempuan dan media massa dalam konteks eksploitasi perempuan.
         Yang menarik kemudian adalah ketika persoalan ini dimunculkan sebagai bentuk apresiasi terhadap perempuan ataukah eksploitasi? Yang pasti bahwa wanita/ perempuan punya nilai “jual” yang sangat tinggi di dunia media baik itu news atau sebagai ikon atas suatu televisi. Contoh ringan saja, wanita kebanyakan mendominasi dalam presenter di media elektronik, entah itu televisi atau radio. Sementara di media cetak menjadi redaktur/ head redaktur dan reporter. Tetapi dalam news tentu berbeda, perempuan/ wanita cenderung menjadi komoditas berita tanpa dipertimbangkan privasinya.

5.   Konstruksi Realitas Wanita dalam Media Massa

Media massa telah mengkontruksi sebuah gaya hidup yang pada akhirnya mempengaruhi para wanita. Kekhawatiran yang muncul dari gaya hidup yang diciptakan media kepada wanita ini adalah perilaku mereka yang cenderung mengarah ke generasi konsumtif, dan menganggap penampilan adalah segala-galanya tanpa memikirkan keadaan yang sebenarnya. Mungkin kekhawatiran itu tidak perlu ada bila para wanita itu sendiri memiliki kesadaran yang kuat atas-pilihan-pilihannya.
Media massa seharusnya dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi audiensnya. Namun, demi kepentingan pribadi berupa rating dan iklan, media cenderung menghasilkan konten yang tidak bermutu dan tidak mendidik. Permasalahan ini sulit diatasi karena sebagian besar media saat ini sudah berorientasi pada ekonomi. Oleh karena itu, solusi dari masalah ini berada ditangan masyarakat dan diri kita sendiri sebagai kontrol utama. Pilihan untuk menjadi audiens yang aktif atau pasif terdapat pada diri masing-masing. Kita tidak boleh termakan oleh rayuan yang dibuat media dan menjadi audiens yang pasif, namun kita harus bisa mengendalikan media dengan cara menjadi audiens yang cerdas dapat memilah dan milih berita yang layak dikonsumsi dan yang tidak. Kita harus turut aktif dalam pemberantasan kegiatan pembodohan oleh media ini.


























·        KESIMPULAN
           
1.      Seluruh persoalan eksploitasi perempuan di media massa tidak terlepas dari kepentingan tertentu serta struktur modal yang kapitalistik. Industri media massa akan menempatkan berita-berita yang bersifat “maskulin” sebagai sesuatu yang utama karena dianggap sebagai “menjual”, ciri kapital juga terdapat dari dikalahkannya pemuatan berita demi iklan, meski iklan adalah alasan utama untuk media massa agar bisa bertakan.
2.       Masih rendahnya pemahaman dan penegakan terhadap sendi-sendi etika serta implementasi atas aturan hukum yang mendasari para pekerja media dalam menjalankan aktifitas jurnalistiknya, dalam hal ini adalah UU No 40 tahun 1999 tentang pers, kode etik wartawan dan P3SPS (Pedoman Perilaku Standar Program Siaran) KPI (Komisi penyiaran Indonesia).
3.        Media sejauh ini masih terkesan tidak sensitif gender, yakni masih memberi tempat bagi proses legitimasi bias gender, terutama dalam menampilkan representasi perempuan.
·        SARAN
1.    Pentingnya kesadaran “insan media” dalam hal ini pengelola media massa mengejar target media dengan berpegang teguh pada prinsip check and balance atas content dari suatu tayangan atau berita yang berobyek perempuan.

2.    Memperkokoh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas atas pekerja media dalam menanamkan pemahaman terhadap regulasi-regulasi terkait media massa dan etika/ kode etik wartawan serta P3SPS KPI dengan pelatihan-pelatihan ataupun seminar mengenai pentingnya regulasi-regulasi atas media dalam mengemas atau menyajikan informasi kepasar publik.

3.    Mewujudkan pemberitaan yang sensitif terhadap gender guna menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak termarginalkan oleh insan media massa.
Share:
Location: Banda Aceh, Banda Aceh City, Aceh, Indonesia

Related Posts:

2 comments:

  1. If you're trying to lose pounds then you absolutely have to get on this brand new personalized keto meal plan diet.

    To create this keto diet, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs have united to develop keto meal plans that are powerful, painless, economically-efficient, and fun.

    Since their launch in early 2019, 1000's of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a proper keto meal plan diet can provide.

    Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto meal plan diet.

    ReplyDelete
  2. Your Affiliate Money Printing Machine is ready -

    Plus, earning money online using it is as easy as 1...2...3!

    Here is how it all works...

    STEP 1. Choose which affiliate products you intend to promote
    STEP 2. Add some PUSH BUTTON traffic (it LITERALLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the system explode your list and sell your affiliate products all by itself!

    Do you want to start making money??

    Click here to start running the system

    ReplyDelete