KEKERASAN
PEREMPUAN DI MEDIA
1.
Pendahuluan
Perbincangan tentang perempuan akan senantiasa
menarik, apalagi jika dihubungkan dengan media massa yang setiap hari kita
nikmati, dari mulai media cetak yang mulai provokatif dan media
elektronik yang semakin atraktif. Perbincangan tentang perempuan tidak
bisa dilepaskan dari semangat gerakan feminisme yang diawali oleh persepsi
perihal ketimpangan posisi Perempuan dibandingkan posisi pria di masyarakat. Di
mana pria digambarkan sebagai sosok yang mendominasi (suferior) dan
perempuan sebagai sosok yang didominasi (inferior). Gambaran tersebut
akan lebih kasat mata ketika kita membedah media massa sebagai media
sosialisasi nilai-nilai kultural suatu masyarakat. Media massa dengan jargon
kebebasan ternyata tidak lepas dari semangat patriarki yang
tentunya memberikan implikasi pada kebijakan redaksional, baik disengaja atau
tidak. Perempuan menjadi pangsa pasar besar yang menjanjikan bagi media massa.
Banyak acara di televisi ataupun media cetak yang bertemakan perempuan. Hal
ini, agaknya tidak dapat dilepaskan dari persepsi umum bahwa perempuan
merupakan makhluk yang lebih “bermasalah” daripada laki-laki. Namun, lama
kelamaan media massa seakan telah membuat pola-pola diskriminasi yang
menyepelekan perempuan demi kepentingan pribadi media tersebut. Media massa
membuat konstruksi sendiri tentang citra perempuan melalui konten yang mereka
produksi. misalnya saja di televisi, pada acara seperti reality show ataupun
sinetron perempuan dianggap sebagai pihak yang bodoh, emosional, labil, dan
sejenisnya. Berita mengenai perempuan hanya berupa sensasi, lelucon murahan,
sebagai ratu kecantikan atau bagaimana perempuan diperkosa, menderita, dengan
segala kesedihannya. Jarang media massa memberitakan tentang keberhasilan
perempuan. Begitupula dengan iklan. Perempuan adalah target utama dari media
iklan yang kebanyakan berisi bujukan dan rayuan belaka. Dengan tayangan maupun
pemberitaan tersebut, media telah mengontruksi citra dan representasi perempuan
yang belum tentu realitas sosialnya di masyarakat seperti itu.
Karen Boyle-memandang bahwa media massa dapat
mempengaruhi perilaku konsumersnya. Efek atau dampak negative dari media adalah
dapat mempengaruhi atau memprovokasi perilaku konsumersnya menjadi agresive,
pembangkang, dan tidak bermoral dan akhirnya melakukan tindakan kriminal. David
Trend, menggariskan bahwa tidak mutlak menjadikan orang berperilaku agresive
dan melakukan tindakan kriminal, namun media violence dapat menjadi berbahaya.
Media dapat memberikan identitas dan mengubah keyakinan dan sikap suatu
masyarakat secara perlahan-lahan
segala hal yang melecehkan,
merendahkan, serta bersifat negative bagi wanita dapat digolongkan dalam
kekerasan terhadap gender. Wanita sering kali mendapat diskriminasi dan
pelecehan dalam media. Membahas soal kekerasan terhadap gender-wanita, lebih
mengarah pada perjuangan kaum feminist yang menentang segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita dan menuntut adanya kesetaraan.
Kontribusi Media terhadap Kekerasan
Media massa saat ini merupakan media dalam menyampaikan
informasi perubahan kepada masyarakat sehingga bisa dikatakan sebagai alat
konstruksi sosial yang paling ampuh. Permasalahannya, pesan yang dibawa media
massa tidak saja bersifat positif namun juga bersifat negatif, bahkan
kadang-kadang pesan positif dimodifikasi hingga menjadi negatif. Dalam
kaitannya dengan permasalahan gender, media massa sebenarnya merupakan alat
strategis untuk mengubah paradigma masyarakat terhadap tindak kekerasan pada
perempuan karena memiliki hegemoni untuk membangun opini publik. Namun, di sisi
lain, media massa juga ternyata menjadi alat strategis untuk mengembangkan
bahkan melestarikan tindak kekerasan pada perempuan. Berkaitan dengan kemampuan
media yang dapat menciptakan realitas social.
Seiring dengan berkembangnya
teknologi informasi, maka informasi yang kita dapatkan dapat diakses dengan
mudah dan cepat hal tersebut dapat kita lihat padapun perkembangan media
elektronik khususnya televisi dan internet.
Dalam perkembangan media elektronik
khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak positif dan dampak
negatif. Salah satu dampak negatif terutama terhadap perempuan yang terdapat
dalam media elektronik khususnya perempuan dalam media elektronik tersebut. Hal
yang sensitif dalam persoalan eksploitasi perempuan ini adalah ketika di
kontruksikan dengan media massa tentunya baik dalam hal tayangan (content) atau
sifatnya dalam bentuk berita (news). Bentuk eksploitasi tersebut dapat kita
lihat dalam industri media elektronik, televisi dan internet, perempuan kerap
kali hanya dijadikan sebagai obyek seksual, dimana tubuh perempuan maupun sifat
keperempuanan dijadikan salah satu alat untuk memancing daya tarik pemirsa baik
dalam sinetron, film televisi, iklan dan program-program televisi lainnya,
memanfaatkan keindahan atau sensualitas tubuh perempuan sebagai alat untuk
menjual produk yang diiklankan atau untuk dimanfaatkan dalam memperoleh
keuntungan di industri pornografi dalam mediatelevisi dan internet adalah
terdapatnya eksploitasi elektronik internet.
Eksploitasi perempuan dalam media
elektronik khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak terhadap
perempuan. Komite televisi Indonesia harus menyadari hal semacam ini dan masih
harus belajar lebih banyak lagi untuk menyajikan informasi yang lebih
bermanfaat. Setidaknya membuka kesadaran kita lebih jauh betapa televisi tidak
lebih baik dan tidak lebih rendah dari realitas sesungguhnya yang terlebih
dahulu kita anggap tidak baik dan rendah.
Berdasarkan uraian tersebut banyak
hal yang perlu kita cermati dalam pemberdayaan perempuan yang merupakan
instrument dalam media pertelevisian maupun internet.
1. Eksploitasi
terhadap perempuan
Eksploitasi
adalah politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan
terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
Eksploitasi
perempuan merupakan fenomena yang fundamental yang tentu menarik untuk
dicermati dan dikaji dalam perspektif ilmu sosial, khususnya dalam ranah ilmu
hukum dengan latar belakang bicara mengenai issue-issue gender. Persoalannya adalah sampai saat ini eksploitasi perempuan tersebut
ketika dihubungkan dalam konteks hukum, fakta yang terjadi di masyarakat adalah
masih seringnya terdapat atau dijumpai tentunya dalam berbagai bentuk dalam
kerangka kriminologis. Hal yang sensitif dalam persoalan eksploitasi perempuan
ini adalah ketika di kontruksikan dengan media massa tentunya baik dalam hal
tayangan atau sifatnya
dalam bentuk berita . Eksploitasi perempuan dalam media elektronik
khususnya televisi dan internet tentu saja membawa dampak terhadap perempuan.
Komite televisi Indonesia harus menyadari hal semacam ini dan masih harus
belajar lebih banyak lagi untuk menyajikan informasi yang lebih bermanfaat.
Setidaknya membuka kesadaran kita lebih jauh betapa televisi tidak lebih baik
dan tidak lebih rendah dari realitas sesungguhnya yang terlebih dahulu kita
anggap tidak baik dan rendah.
Berdasarkan uraian tersebut banyak
hal yang perlu kita cermati dalam pemberdayaan perempuan yang merupakan
instrument dalam media pertelevisian maupun internet.
Seiring
berjalannya waktu realitas yang kita lihat adalah ketika mulai banyak
segelintir pihak yang mempertanyakan dan menggugat peranan media massa dalam
penyebaran berbagai informasi dan hal-hal negatif. Banyak kalangan yang
menuding bahwa media massa, entah disadari atau tidak, punya peranan penting
dalam proses kemerosotan moral bangsa ini. Tudingan itu bertolak dari kenyataan
bahwa saat ini terutama karena adanya “eforia media” sebagai jargon “kebebasan
pers” yang efek sampingnya adalah buah dari proses reformasi.
Banyak sekali
praktek media masa yang terang-terangan menampilkan aspek yang selama ini
dianggap “tabu“ untuk ditampilkan sebagai jualan utamanya dan karenanya
dianggap lagi tidak memperdulikan tatanan norma-norma yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Hidayat dan Sandjaja, dalam “media
and the pandora’sbot of reformasi” mengungkapkan bagaimana euforia reformasi
kemudian ikut berperan dalam menjadikan media massa sebagai kotak Pandora yang
“melepaskan” berbagai macam hal buruk, seperti konflik dan kekerasan sebagai
komoditas. Selain aspek politik yang menarik untuk dibicarakan apalagi dijadikan liputan media namun sekarang wujudnya
semakin bergeser menjadi jualan yang laris adalah yang berkaitan dengan
seksualitas dan seks, tentu obyeknya langsung atau tidak langsung adalah
perempuan, dalam hal ini adalah pornografi. Singkatnya, seksualitas dan juga
sensualitas dalam berbagai bentuk menjadi semacam “hot sale” yang hampir selalu
ada dalam praktek media massa dengan jargon “perempuan” sebagai komoditas,
misalnya saja iklan sebagai bentuk salah satu jenis eksploitasi perempuan dalam
tayangan media televisi.
Perkembangan yuridisnya
sekarang memang muncul berbagai regulasi mengenai persoalan ini undang-undang
pornografi, undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau UU No 11
tahun 2008 akan tertutup sampai saat ini masalah eksploitasi perempuan di media
massa tersebut tetaplah menjadi “komoditas” media dan publik. Tanpa disadari
bahwa membuat hal tersebut sebagai sesuatu yang menyimpang, baik dari segi
etika dan aturan tentunya.
2. 2. Perempuan Sebagai Obyek Media Massa
Wanita atau perempuan secara filsafat adalah makhluk humanis, namun tidak
berarti ia weakness atau lemah untuk melakukan sesuatu sulit, dalam berbagai
berbagai profesi saja perempuan sebagai yang nomor satu terlepas dari apapun
yang pro atau pun kontra terhadap kesetaraan perempuan atau gender, perempuan
dalam status sosial yang diatas tentu menjadi kuat dan profesional dalam
melaksanakan aktifitas. Persoalannya disini adalah ketika dilihat dari sisi
keadilan masyarakat tentu berbeda ketika kita melihat perempuan dalam tatanan
status sosial yang lain. Dalam hal ini yang muncul adalah perempuan menjadi
sosok yang kadang termarginalkan oleh hak-hak dan perlindungan atasnya.
Perempuan sebagai obyek disini adalah sebagai tempelan yang berlandaskan
manfaat atas kepentingan tertentu, dalam hal ini adalah media massa baik itu
cetak ataupun elektronik. Lantas kenapa perempuan di eksploitasi sebagai obyek
disini? tentunya alasan yang umum adalah nilai jual perempuan mahal sebab
perempuan makhluk yang menawan dalam arti fisik apapun alasannya hampir pasti
orang suka ketika melihat perempuan di televisi atau media. Ironisnya disini
adalah perempuan/ wanita cenderung mempunyai fungsi hanya sebagai keindahan
dimana keindahan biologis dimanfaatkan oleh pelaku media sebagai komoditas dan
identitas dari sebuah mutu dan kesan mewah. Terlihat disini bahwa perempuan cenderung sebagai obyek yang sepihak tanpa
mengedepankan nilai-nilai atau norma yang tentu sudah jelas dianut oleh bangsa
kita sebagai bangsa yang beradap.
3. Perempuan dan
subyektifitas media
Ketika media
massa memberitakan peristiwa pemerkosaan dan dalam berita itu disebutkan
“perempuan berkulit kuning langsat dan bertubuh sintal”, maka penulisan
peristiwa pemerkosaan itu telah menjadikan perempuan sebagai korban, korban
untuk kedua kalinya (revictimized), pertama dia menjadi korban kekerasan fisik
(pemerkosaan), kedua, dia menjadi korban penulisan, seolah-olah karena kulitnya
yang kuning dan tubuhnya yang sintal itu yang menjadi penyebab kekerasan atas diri perempuan itu.
Terlepas dari
hal diatas walaupun beberapa media telah mencoba menampilkan liputan dengan
menghormati perempuan (korban), misalnya dengan menyingkirkan identitas dan
dengan menjelaskan kejadian secara ringkas dan deskriptif saja, tetapi masih
saja terdapat media yang tetap mengedepankan pemberitaan terhadap perempuan
secara “vulgar” tanpa mengedepankan prinsip check and balance dalam penyiaran
atau peliputan.
4. Korelasi (Keterkaitan)
Sebagaimana telah diuraikan dalam poin-poin diatas, atas persoalan perempuan
dan media dapatlah dilihat bahwa parameter keterkaitan media dan
perempuan adalah melalui nilai yakni obyek dan subyeknya. Tentu masih ada lagi
korelasi lain terkait dengan persoalan ini, namun kedua hal inilah yang antara
lain penulis rasakan sebagai faktor fundamental keterkaitan antara perempuan
dan media massa dalam konteks eksploitasi perempuan.
Yang menarik kemudian adalah ketika persoalan ini dimunculkan sebagai bentuk
apresiasi terhadap perempuan ataukah eksploitasi? Yang pasti
bahwa wanita/ perempuan punya nilai “jual” yang sangat tinggi di dunia media
baik itu news atau sebagai ikon atas suatu televisi. Contoh ringan saja, wanita
kebanyakan mendominasi dalam presenter di media elektronik, entah itu televisi
atau radio. Sementara di media cetak menjadi redaktur/ head redaktur dan
reporter. Tetapi dalam news tentu berbeda, perempuan/ wanita cenderung menjadi
komoditas berita tanpa dipertimbangkan privasinya.
5. Konstruksi Realitas Wanita
dalam Media Massa
Media massa telah
mengkontruksi sebuah gaya hidup yang pada akhirnya mempengaruhi para wanita.
Kekhawatiran yang muncul dari gaya hidup yang diciptakan media kepada wanita
ini adalah perilaku mereka yang cenderung mengarah ke generasi konsumtif, dan
menganggap penampilan adalah segala-galanya tanpa memikirkan keadaan yang
sebenarnya. Mungkin kekhawatiran itu tidak perlu ada bila para wanita itu
sendiri memiliki kesadaran yang kuat atas-pilihan-pilihannya.
Media massa seharusnya dapat
memberikan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi audiensnya. Namun,
demi kepentingan pribadi berupa rating dan iklan, media cenderung menghasilkan
konten yang tidak bermutu dan tidak mendidik. Permasalahan ini sulit diatasi
karena sebagian besar media saat ini sudah berorientasi pada ekonomi. Oleh
karena itu, solusi dari masalah ini berada ditangan masyarakat dan diri kita
sendiri sebagai kontrol utama. Pilihan untuk menjadi audiens yang aktif atau
pasif terdapat pada diri masing-masing. Kita tidak boleh termakan oleh rayuan
yang dibuat media dan menjadi audiens yang pasif, namun kita harus bisa
mengendalikan media dengan cara menjadi audiens yang cerdas dapat memilah dan
milih berita yang layak dikonsumsi dan yang tidak. Kita harus turut aktif dalam
pemberantasan kegiatan pembodohan oleh media ini.
·
KESIMPULAN
1.
Seluruh persoalan eksploitasi perempuan di media massa tidak terlepas dari
kepentingan tertentu serta struktur modal yang kapitalistik. Industri media
massa akan menempatkan berita-berita yang bersifat “maskulin” sebagai sesuatu
yang utama karena dianggap sebagai “menjual”, ciri kapital juga terdapat dari
dikalahkannya pemuatan berita demi iklan, meski iklan adalah alasan utama untuk
media massa agar bisa bertakan.
2.
Masih rendahnya pemahaman dan penegakan terhadap sendi-sendi etika serta
implementasi atas aturan hukum yang mendasari para pekerja media dalam
menjalankan aktifitas jurnalistiknya, dalam hal ini adalah UU No 40 tahun 1999
tentang pers, kode etik wartawan dan P3SPS (Pedoman Perilaku Standar Program
Siaran) KPI (Komisi penyiaran Indonesia).
3.
Media sejauh ini masih terkesan tidak sensitif gender, yakni masih
memberi tempat bagi proses legitimasi bias gender, terutama dalam menampilkan
representasi perempuan.
·
SARAN
1. Pentingnya
kesadaran “insan media” dalam hal ini pengelola media massa mengejar target
media dengan berpegang teguh pada prinsip check and balance atas content dari
suatu tayangan atau berita yang berobyek perempuan.
2. Memperkokoh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas atas pekerja media dalam menanamkan pemahaman terhadap regulasi-regulasi terkait media massa dan etika/ kode etik wartawan serta P3SPS KPI dengan pelatihan-pelatihan ataupun seminar mengenai pentingnya regulasi-regulasi atas media dalam mengemas atau menyajikan informasi kepasar publik.
3. Mewujudkan pemberitaan yang sensitif terhadap gender guna menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak termarginalkan oleh insan media massa.
If you're trying to lose pounds then you absolutely have to get on this brand new personalized keto meal plan diet.
ReplyDeleteTo create this keto diet, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs have united to develop keto meal plans that are powerful, painless, economically-efficient, and fun.
Since their launch in early 2019, 1000's of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a proper keto meal plan diet can provide.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto meal plan diet.
Your Affiliate Money Printing Machine is ready -
ReplyDeletePlus, earning money online using it is as easy as 1...2...3!
Here is how it all works...
STEP 1. Choose which affiliate products you intend to promote
STEP 2. Add some PUSH BUTTON traffic (it LITERALLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the system explode your list and sell your affiliate products all by itself!
Do you want to start making money??
Click here to start running the system